Dalam Bus Pelita Mas |
Kamis, 24 Januari
2019 saya mengikuti rapat di Rayon 51 MTsN 2 Giling Sumenep dalam rangka
persiapan ujian untuk kelas akhir. Rangkaian jadwal ujian untuk kelas akhir MTs
sudah keluar dengan berbagai variannya, dari simulasi UN, try out UN dan try
out UAMBN, UAMBN, USBN, dan UN yang semuanya berbasis komputer. Mengingat
dekatnya pelaksanaan sekian ragam ujian ini, kesadaran saya terpental pada
kondisi seperangkat komputer di MTs Al-Wathan, Larangan Perreng, Pragaan,
Sumenep yang akan digunakan untuk ujian berbasis teknologi ini belum lengkap.
Kabel jaringan dan beberapa perlengkapan lainnya belum ada hingga di
tengah-tengah mengikuti rapat tesebut dalam benak saya memutuskan untuk
berbelanja kebutuhan tersebut ke HI Tech Mall Surabaya besok, 25 Januari 2019.
Sekitar pukuk 06.00
WIB saya menuju jalan raya dihantar oleh istri dan dua anak saya. Tak lama
kemudian, bus Akas ngumbar dari arah
timur. Stop! Segera naik. “Turun mana?” kata kondektur. “Turun Kedinding,’
sahutku. “Rp32.000.”
Laju bus kalem saja
hampir sepanjang perjalanan karena penumpang agak sepi. Parkir di terminal
Pamekasan. Lanjut menuju Sampang. Parkir di terminal Sampang. Berangkat lagi.
Namun berhenti lagi agak lama tak jauh dari terminal, di Barisan. Bus ini
mengulur-ulur waktu untuk menunggu penumpang, tak ubahnya permainan sepak bola yang
mengulur-ulur waktu bagi pihak yang punya keunggulan gol untuk mengelabuhi tim
lawan.
Ketika mendekati Pasar
Blega, Bangkalan, kondekur dan sopir bus ngomel-ngomel pada salah satu penumpang wanita,
entah apa masalahnya. Kemungkinan besar penumpang itu kesal karena bus hanya
berjalan pelan. Kondektur dan sopir sama-sama tempramental dan emosional. Tak
terima dengan kritikan penumpang. Apa yang diomeli mereka berdua membela
dirinya bahwa untuk mendapat uang harus mencari penumpang dengan cara ngelen seperti itu. Berbeda dengan
carteran. Kalau carteran, apa kata penumpang, tapi kalau ngelen seperti itu apa kata sopir.
Tak lama setelah
puas memaki-maki, gas ditancap. Bus melaju sangat kencang sehingga membuat
penumpang dagdigdug. “Hati-hati Pak,” salah satu respons penumpang. Klakson bus
berikutnya berbunyi dari belakang. Bus yang jadwanya setelah bus yang saya
tumpangi ini mau mendahului, tapi ada rintangan hingga adanya rintangan ini
dibuat kesempatan oleh bus yang saya tumpangi untuk memacu busnya lebih
kencang. Banyak menyapu penumpang mulai dari Pasar Blega ke barat. “Cepat naik!”
Perintah kondektur kepada calon penumpang. Lalu tancap gas lagi. Begitulah
geraknya sampai Suramadu. Ada hal yang ironis lagi, di sebelah timur Pasar
Galis, Bangkalan, kondekturnya memaksa calon penumpang untuk ikut sehigga menyita
waktu lama dan membuat lalu lintas sempat macet.
Dari kasus kecil ini
dapat kita pertanyakan dan ambil pelajaran. Dalam pandangan fiqih dan tasawuf
jalan raya, apakah dibenarkan tindakan sopir yang mengulur-ulur waktu sehingga
mengambil jatah jam bus lain? Andaikan bus yang saya tumpangi ini melaju normal
tentu banyak penumpang yang mestinya akan naik bus berikutnya andai tidak disapu
bus yang saya tumpangi. Cara-cara seperti ini tentu cara yang tidak sehat dalam
usaha jasa.
Saya turun di
Kedinding. Lalu mengaktifkan HP untuk pesan ojek online (ojol), Grab. Pemesanan saya lakukan dengan tujuan THR.
Pesanan dapat respons tapi pengendaranya belum datang-datang. Sebelum ojol yang
saya pesan datang, tukang ojek menghampiri saya. Dia bilang, daerah ini tidak
bisa pesan ojol karena areanya ojek konvensional. Dia bilang bahwa dia tukang
kejarnya ojol kalau memaksa menaikkan penumpang.
“Mau kemana Mas?”
Tanyanya. Saya bilang “ke THR” “Ayo ikut saya, Rp.15.000.” Saya tawar RP10.000.
“Rp10.000 kalau ikut Grab, kalau ikut saya Rp15.000.” Rupanya tukang ojek
konvensional ini tahu juga harga ojol. Atas pertimbangan kemanusiaan dan agar
saya cepat pula sampai pada tujuan, langsung saya iyakan saja.
Sepanjang perjalanan,
ia berbincang akrab dengan saya. Dia orang Bangkalan. Sudah sembilan tahun
menekuni usaha ojek dan akhir-akhir ini pemasukannya menurun katanya gara-gara
ada ojol. Bahkan kemarin katanya dia tidak dapat penumpang sama sekali. Sebenarnya
dia ditawari untuk bergabung dengan ojol dan akan diberi fasilitas jaket, helm
dan HP sebagaimana orang-orang yang bergabung dengan perusahaan ojol. Nanum dia
tidak mau karena kepikiran pada tujuh temannya yang tidak bisa membaca sehingga
tidak bisa mejalankan aplikasi ojol di android.
Sesampainya di HI
Tech Mall kesana kemari mencari peralatan komputer. Akhrinya mendapatkannya,
walau sebelumnya sempat pusing dari saking banyaknya toko yang menjual beragam
perangkat komputer dan sejenisnya. Usai berbelanja, barang-barang saya titip
dulu di toko tempat saya belanja karena saya akan segera beranjak ke Masjid At-Taqwa
di pojok timur THR. Beruntung masih menututi. Dari sebelah timur HI Tech Mall
suara khatib terdengar jelas sedang memberikan khotbah. Saya segera beranjak ke
tempat wudu lalu menuju halaman masjid untuk berancang-ancang mencari tempat
shalat karena di dalam masjid sudah full. Ternyata dapat walau beralaskan
terpal dan beruntung lagi ada makmum sebelah kiri saya berbaik hati untuk
memanjangkan sajadahnya ke tempat sujud saya.
Usai shalat, kuincar
beberapa warung makan di area THR. Saya menjatuhkan pilihan pada warung yang
ramai pengunjung karena menunya cocok dan biasanya kalau pengunjungnya ramai
pertanda harganya bersahabat. Ternya betul. Menu istimiwa tak usah menguras isi
kocek dalam-dalam. Cukup bayar Rp14.000 menu komplit plus minum dan krupuknya.
Sesudah perut terisi
full, Alhamdulillahhilladzi ath’amana wa
saqana wa ja’alana minal musmilim (Segala puji bagi Allah yang telah
memberi makan dan minum kami dan menjadikan kami termasuk dari golongan orang-orang
yang berserah diri), saya membeli perlengkapan yang belum saya beli sebelumnya
lalu siap-siap pulang.
Saya beranjak
pulang. Turun dari lantai 2 menuju pintu keluar sebelah barat. Saya pesan ojol
Grab dengan tujuan Samsat Kenjeran, Surabaya, sekitar Kedinding. Pesanan dapat respons. Tak
berapa lama pengendara menghampiri saya dengan motor Beat. Tapi, sayangnya, sopir
ojol ini tak pengalaman dengan tujuan saya. Mungkin orang baru di Surabaya. Tak
berapa lama bergerak ke arah utara, hujan turun. Kami segera menepi. Si Mas
ojol mengambilkan jas hujan buat saya. Kami siap berangkat lagi dengan perasaan
waswas karena arah tujuan kurang begitu dikenal oleh Mas ojol. Mau membuka GPS
kondisinya hujan. Terjanya rutenya benar. Di perempatan Kenjeran saya pandu Mas
ojol ini untuk belok kiri ke akses Suramadu. Sampailah ke tempat tujuan. Saya
banyar ongkosnya Rp9.000 saja. Saya kasi Rp10.000 tidak usah dikembalikan
sisanya.
Bus Akas dari Kedinding, Surabaya ke Blega, Bangkalan |
Bus Pelita Mas dari Blega ke Palaangan, Sumenep |
Daerah Gudang Garam di akses Sampang-Pamekasan |
Barang-barang yang dibeli |
***
Sumenep, 25 Januari
2019