Minggu, 26 Januari 2020

INVESTASI SPIRITUAL DENGAN KEUNTUNGAN MELIMPAH

Oleh : M. Khaliq Shalha
Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia (hudan linnas) diksinya banyak menyuguhkan tamsil ekonomi, semisal perdagangan, untung rugi, pertanian dan semacamnya agar sinyal petunjuk Al-Qur'an mudah ditanggap oleh manusia.

Salah satu kecenderungan manusia adalah mengejar untung sebanyak-banyaknya dan tentu mewaspadai kerugian. Dalam bahasa ekonomi dikenal istilah prinsip ekonomi, yaitu dengan modal kecil bisa meraup untung besar.

Dalam investasi spiritual, Rasulullah SAW memberikan sensasi kepada umatnya dengan modal kecil bisa meraih untung besar bagi orang yang membaca shalawat untuk beliau. Sabda beliau berikut ini: "Man shalla 'alayyah marratan shallallah 'alaih 'asyara (Barang siapa bershalawat atasku satu kali saja maka Allah bershalawat (memberi rahmat) padanya sepuluh kali." Bila Anda bershalawat 4.444 sekali duduk umpama, tinggal Anda mengalikan sendiri.

Kutipan Tafsir Mafatih al-Ghaib
Nabi besar Muhammad SAW adalah Nabi paripurna, insan ter-ngetop dalam sifat dan sikapnya serta ma'shum (mendapat garansi untuk terpelihara dari kesalahan). Nabi agung ini akhlaknya adalah Al-Qur'an, sebagaimana dituturkan oleh istri selebritisnya, rupawati (humaira'), Siti Aisyah. Logis sekali bila Allah dan para malaikat-Nya bershalawat pada Nabi sebagai bentuk apresiasi pada kemuliaan beliau. Maka, sepantaslah orang-orang yang beriman bershalawat padanya.

Lalu untuk apakah kita bershalat pada beliau jika beliau sudah tidak kurang suatu apa pun? Shalawat yang kita panjatkan untuk beliau berkahnya kembali kepada kita sendiri. Itulah kemurahan Allah dan itu pulalah keistimewaan Rasulullah SAW yang semata-mata efek positifnya dijebolkan pada umatnya yang bershalawat.

Tak tanggung-tanggung, keuntungan yang diberikan Allah dengan investasi satu shalawat saja mendapat keuntungan sepuluh rahmat Allah. Masihkan kita menjadi umat pemalas dan materialistis? Sungguh terlalu...!!

Allahumma shalli 'ala Muhammad.


Wallah a'lam bish shawab.

Rabu, 22 Januari 2020

SALSABILA (Akses Meraih Surga)


Oleh : M. Khaliq Shalha

Salsabila adalah mata air surga. Jika dibedah, Salsabila merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua komponen: sal = tanyalah, sabila = jalan. Tanyalah jalan atau carilah jalan. Maksudnya, carilah jalanmu ke surga dengan cara melakukan perbuatan baik.

Usaha terus menerus mencari jalan kebenaran dapat dikatakan menempuh Jalan Allah (Sabilillah). Wujud nyata dalam usaha menempuh jalan itu adanya kualitas kesungguhan berusaha dalam beberapa aspeknya.

Dalam bahasa Arab disebut jahada sehingga melahirkan sikap hidup jihad dalam dimensinya yang lebih fisik, ijtihad dalam dimensinya yang intelektual, dan mujahadah dalam dimensinya yang lebih spiritual.

Bagian pertama banyak ditempuh oleh pahlawan dalam arti luas, termasuk para petani, pejuang ekonomi dan lainnya. Bagian kedua oleh para pemikir baik bidang fiqih atau tasawuf. Dan, bagian ketiga oleh kaum sufi.

Jalan Allah yang harus ditempuh melalu ketiga fase itu juga disebut al-shirath al-mustaqim (jalan lurus). Kata ulama tafsir Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab, al-shirath al-mustaqim bermakna jalan lurus yang lebar.

Maka, para penempuh jalan lurus ini yang melewati akses bagian kanan tidak berhak sama sekali menyikut sesamanya yang menempuh akses bagian kiri yang pada hakikatnya sama-sama ber-salsabila: menempuh jalan untuk mencapai kebenaran dan kebaikan.

Hak serta kewajiban kita adalah fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam melakukan beragam kebaikan untuk mencapai ridha-Nya.

Wallah a'lam bish shawab.

Minggu, 05 Januari 2020

TERJERAT PANJANG ANGAN-ANGAN

Oleh : M. Khaliq Shalha

Salah satu potensi yang ada dalam diri manusia adalah angan-angan yang bila berlebihan bisa menjerat manusia sendiri pada pola pikir dan tindakan negatif.

Angan-angan berlebihan itu disebut "thulul amal" (panjang angan-angan), saya singkat saja PAA. PAA menurut kebanyakan ulama tasawuf adalah berkehendak hidup lama disertai angan bahwa kehendaknya sudah pasti. Sedangkan pendek angan-angan (qashrul amal) suatu kehendak dengan tidak menyertakan angan kepastian tapi dengan sandaran insya Allah. Tipe kedua inilah terpuji.

PAA kata Imam al-Ghazali dalam Minhajul 'Abidin, dapat mencegah segala kebaikan dan ketaatan, dan malah menarik segala macam kejelekan. Celakanya lagi, PAA merupakan penyakit--nyaris--tidak ada obatnya.

Saya mengikuti pengajian kitab Minhajul 'Abidin oleh Prof. Dr. KH. Abd. A'la, M.Ag di PP. Annuqayah Latee, 4 Januari 2020

Dampak negatif PAA yang bisa menjerat seseorang, kata al-Ghazali, setidaknya jatuh pada empat hal: Pertama, meninggalkan ketaatan dan menumbuhkan sifat malas. Kedua, enggan bertaubat. Ketiga, tamak mengumpulkan dunia dan dipersibuk olehnya hingga melupakan akhirat dengan asumsi, dirinya khuwatir akan jatuh miskin di hari tua. Keempat, hatinya keras, melupakan akhirat sebagai efek dari perasaan: jika seorang berangan akan hidup lama, ia akan melupakan kematian dan alam kubur.

Jika sudah tersungkur dalam empat hal itu, orang cenderung menghalalkan berbagai macam cara. Berpolah tingkah semaunya. Dunia bersama kemilaunya dipandang sebagai segala-galanya, padahal kata al-Qur'an, kehidupan dunia sekadar perhiasan yang menipu. Tak ubahnya fatamorgana di musim kemarau.

Sahabat cendekiawan-spiritualis, Ali bin Abi pernah berkata: "Dua hal yang paling saya takutkan atas kalian semua: panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Ingatlah (awas..!), panjang angan-angan menyebabkan lupa akhirat dan mengikuti hawa nafsu akan mencegah kebenaran."

Lalu potensi apa yang harus dinyalakan dalam diri agar manusia tidak terjerat PAA? Niyatun shalihah, niat yang baik atau cita-cita mulia. Dalam hal ini ulama mengartikannya dengan keinginan untuk menggapai sesuatu secara sempurna dengan optimisme tinggi disertai kepasrahan atau penyerahan diri kepada Allah.

Wallah a'lam bis shawab.

Sumenep, 5 Januari 2020