Oleh M. Khaliq
Shalha
Substansi pembahasan uslub (style) berkisar pada
pembahasan kalimat, yakni terdiri dari mubtada’-khabar atau fi’il-fa’il. Walau
demikian, dalam buku-buku nahwu pembahasan uslub tidak dimasukkan dalam
pembahasan struktur kalimat secara umum, namun diletakkan pada bab tersendiri.
Berdasarkan hal itu, uslub dapat diartikan sebagai kalimat Arab yang memiliki
orientasi tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa kalimat Arab pada umumnya
dengan ciri khas masing-masing. Dalam tulisan ini, saya akan menguraikan
sebelas macam uslub.
1. Uslub
Syarat
a.
Pengertian Uslub Syarat
Uslub syarat adalah dua kalimat yang
dihubungkan oleh kata-kata syarat. Kata pertama disebut kata syarat, kalimat
selanjutnya berupa fi’il disebut fi’il syarat dan kalimat sesudahnya berupa fi’il
juga disebut jawab syarat. Kata penghubung dalam
uslub kalimat syarat secara umum berada di awal kalimat pertama.
Contoh :
حَيْثُمَا تَسْتَقِمْ يُقَدِّرْ لَكَ اللهُ
نَجَاحاً = Apabila engkau konsisten, niscaya
Allah akan mentakdirkan untukmu keberhasilan.
حَيْثُمَا = Apabila disebut
kata syarat, تَسْتَقِمْ
= engkau konsisten disebut fi’il syarat. Kombinasi antara kata
syarat dan fi’il syarat saya menyebutnya kalimat syarat. Sedangkan يُقَدِّرْ لَكَ اللهُ نَجَاحاً = niscaya Allah mentakdirkan untukmu kesuksesan disebut
jawab syarat yang saya menyebutnya kalimat jawab.
b.
Kata-kata Syarat
Berikut ini akan diuraikan kata-kata sebagai
penghubung dua kalimat dalam gaya
kalimat syarat, dan kalimat jawab tidak
usah diberi awalan kata فَ atau sejenisnya yang berarti maka,
tentu, niscaya atau yang semakna. Namun secara tersirat makna maka,
tentu, atau niscaya dalam konteks terjemahan dapat diletakkan
sebagai kata awal dari kalimat jawab :
1.
إِنْ = jika/jikalau
Contoh :
إِنْ تَجْتَهِدْ
تَنْجَحْ = Jika engkau
sungguh-sungguh niscaya engkau berhasil.
2.
مَنْ = barangsiapa
Contoh :
مَنْ يَحْصُدْ
يَزْرَعْ = Barangsiapa
menanam niscaya ia memanen.
3.
مَهْمَا = Bilamana
Contoh :
مَهْمَا تَفْرَحْ
أَفْرَحْ = Bilamana engkau
gembira niscaya saya gembira.
4.
مَتَى = Kapan
Contoh :
مَتَى تَرْجِعْ
أَشْكُرْ = Kapan engkau
pulang maka saya akan berterima kasih.
5.
أَيَّانَ = apabila/bilamana
Contoh :
أَيَّانَ تَنَامْ
اَسْتَيْقِظْ = Bilamana engkau
tidur maka saya akan bangun.
6.
أَيْنَ = di mana
Contoh :
أَيْنَ تَعْمَلْ
تَجِدْ = Di mana engkau berusaha maka engkau akan
mendapatkan
7.
أَيْنَمَا = di manapun
Contoh :
أَيْنَمَا
أَسْكُنْ أَذْكُرْ اِسْمَكِ
=
Di manapun saya tinggal tentu saya menyebut namamu.
8.
أَنَّى
= di mana
Contoh :
أَنَّى تَذْهَبْ
نَذْهَبْ = Dimana engkau
pergi maka kami akan pergi.
9.
حَيْثُمَا = di manapun
Contoh :
حَيْثُمَا
تَعَلَّمْ تَنْجَحْ = Di manapun
engkau belajar maka engkau akan berhasil.
10.
كَيْفَمَا = bagaimanapun
Contoh :
كَيْفَمَا تَقُلْ
اَسْتَقِمْ = Bagaimanapun
engkau mengatakan niscaya saya tetap konsisten.
Berikut kata-kata sebagai penghubung dua
kalimat dalam gaya
kalimat syarat, dan kalimat jawab ada
yang harus mendapat awalan yang menunjukkan arti maka atau niscaya, dan
ada pula yang hanya secara tersirat mengandung makna maka atau niscaya
:
1.
لَوْ = andai/kalau
لَوْ biasanya
mengawali kalimat syarat berupa fi’il madhi, dan jika kalimat jawabnya terdiri
dari kata kerja bentuk lampau positif (mutsbat) harus diberi awalan lam,
dan jika terdiri dari kata kerja bentuk lampau negatif tidak usah diberi
imbuham lam.
Contoh :
لَوْ عُوْلِجَ
الْمَرِيْضُ لَشُفِىَ = Andai
orang sakit itu diobati, niscaya sembuh.
لَوْ تَأَنَّى
الْعَامِلُ مَانَدِمَ = Andai pekerja
itu perlahan-lahan, niscaya tidak menyesal.
2.
لَوْمَا/لَوْلاَ
= andai tidak ada
Ketentuan
pada kata ini persis dengan ketentuan pada kata nomor 1 di atas.
Contoh
:
لَوْلاَ
الْعُلَمَاءُ لَصَارَ النَّاسُ كَالْبَهَائِمِ
= Andai tidak ada ulama, niscaya manusia seperti binatang.
لَوْلاَ
الطَّبِيْبُ مَاشُفِىَ الْمَرِيْضُ=
Andai tidak ada dokter niscaya tidak sembuh orang sakit itu.
3.
أَمَّا = adapun
(berfungsi merinci)
Kata tersebut berfungsi untuk merinci suatu
ungkapan, dan kalimat jawabnya harus diberi awalan fa’.
Contoh
:
أُهَنِّئُ
جَمِيْعَ النَّاجِحِيْنَ , أَمَّا الأَوَّلُ فَبَارَكَ اللهُ لَهُمْ ... = Saya mengucapkan selamat kepada mereka yang berhasil; adapuan
yang pertama, maka semoga Allah memberkati mereka…
4.
إِذَا = apabila
Contoh :
إِذَا مَرِضْتَ
فَاذْهَبْ إِلَى الطَّبِيْبِ = Apabila
engkau sakit maka pergilah ke dokter.
إِذَا
الطَّبِيْبُ نَصَحَ لَكَ فَاعْمَلْ بِنَصْحِهِ
= Apabila dokter memberi resep padamu maka laksanakanlah resepnya.
Untuk contoh kedua perlu saya jabarkan,
bahwa apabila setelah إِذَا berupa kata benda maka setelah kata tersebut ada kata kerja
secara tersirat, dan tafsiran dari kata kerja itu sama dengan kata kerja yang
berada setelah kata benda tersebut, yaitu نَصَحَ. Contoh lengkapnya
sebagai berikut :
إِذَا نَصَحَ
الطَّبِيْبُ نَصَحَ لَكَ فَاعْمَلْ بِنَصْحِهِ
5.
كُلَّمَا/لَمَّا
= tatkala
Contoh :
لَمَّا
ذَهَبْتُ إِلَيْهِ وَجَدْتُهُ مَرِيْضاً=
Tatkala saya pergi padanya, maka saya mendapatkannya sakit.
c.
Imbuhan pada Kalimat Jawab
Pada dasarnya, kalimat jawab tanpa
berawalan ف, kecuali kalimat jawab tersebut :
1.
Berupa jumlah ismiyyah, baik mutsbat
(positif) atau manfi (negatif).
Contoh
:
مَنْ جَدَّ فَالنَّجَاحُ
تَابِعُهُ = Barangsiapa
yang giat, tentu kesuksesan menyertainya.
إِنْ يَنْصُرْ
كُمُ اللهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ
= Jika Allah menolong kamu semua, maka tidak ada yang mengalahkanmu.
2.
Berupa jumlah fi’liyyah yang berbentuk
thalabi (tuntutan), amar (perintah), nahi (larangan) atau istifham
(pertanyaan).
Contoh :
إِذَا مَرِضْتَ فَاتْبِعْ
نُصْحَ الطَّبِيْبِ = Apabila
engkau sakit, maka ikuti resep dokter.
إِنْ كُلِّفْتَ
بِعَمَلٍ فَلاَ تُقَصِّرْ فِيْهِ
= Jika engkau dibebani suatu pekerjaan, maka jangan engkau melalaikannya.
إِنْ حَدَّثْتُكَ
بِالسِّرِّ فَهَلْ تَكْتُمُهُ ؟
= Jika saya berbicara rahasia padamu, apakah engkau akan menyembunyikannya?
3.
Berupa jumlah fi’liyyah yang kata kerjanya
berupa fi’il jamid, yakni kata kerja yang memiliki satu bentuk.
Contoh
:
مَنْ أَفْشَى
السِّرَّ فَلَيْسَ بِأَمِيْنٍ = Barangsiapa mempublikasikan rahasia, maka tidak aman.
مَنْ تَعَاوَنَ
فَنِعْمَ مَا صَنَعَ = Barangsiapa
tolong-menolong, tentu sebaik-baik apa yang ia perbuat.
***
2. Uslub
Qasam
a.
Pengertian Uslub Qasam
Uslub qasam atau kalimat sumpah adalah kalimat yang dimaksudkan
untuk menguatkan pesan yang disampaikan dengan menggunakan media sumpah seperti
و,
ب,
ت
yang terjemahannya demi atau yang semakna dengannya. ت
tertentu pada lafal jalalah ( الله ) sedangkan و dan ب tidak.
Contoh :
وَاللهِ لاَ
نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُجَاهَدَةِ = Demi Allah, tidak ada suatu keberhasilan
kecuali dengan kerja keras.
بِاللهِ لَنْ يُضِيْعَ حَقَّنَا = Demi Allah, dia tidak akan menyia-nyiakan hak kita.
تَاللهِ إِنَّ فَاعِلَ الْخَيْرِ
لَمَحْبُوْبٌ = Demi Allah,
orang yang berbuat baik niscaya dicintai.
Contoh
وَاللهِ لاَ
نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُجَاهَدَةِ
dapat dirinci; وَ = demi disebut adat qasam (media sumpah), اللهِ
= Allah disebut muqsam bih (kata yang dibuat sumpah), sedangakan لاَ نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُجَاهَدَة
= tidak ada suatu keberhasilan kecuali dengan kerja keras disebut jawab
qasam, sebagaimana juga pada uslub syarat.
b.
Muqsam Bih
Muqsam bih atau kata yang dibuat sumpah biasanya lafal jalalah (
الله
) atau lafal yang lazim digunakan seperti حَقُّكَ = hakmu, حَيَاتُكَ
= hidupmu, atau menunjukan arti waktu seperti yang banyak dalam Al-Qur’an
misalnya العَصْرُ = waktu Ashar, dan lain-lain.
c.
Jawab Qasam
Jawab qasam berupa jumlah ismiyyah atau jumlah Fi'liyyah, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1.
Jika berupa jumlah ismiyyah mutsbat
(kalimat nominal positif) harus dikokohkan dengan إِنَّ
atau إِنَّ sekaligus ل.
Contoh :
وَاللهِ إِنَّ
فَاعِلَ الْخَيْرِ مَحْبُوْبٌ = Demi
Allah, sesungguhnya orang yang berbuat baik dicintai.
وَاللهِ إِنَّ
فَاعِلَ الْخَيْرِ لَمَحْبُوْبٌ
= Demi Allah, sesungguhnya orang yang berbuat baik niscaya dicintai.
2.
Jika berupa jumlah fi’liyyah mutsbat (kalimat
verbal positif) dan kata kerjanya berupa fi’il madhi maka harus dikokohkan
dengan قَدْ atau قَدْ sekaligus ل.
Contoh :
تَاللهِ قَدْ
أَطَعْتُ أَمْرَكَ = Demi Allah,
sungguh saya mentaati perintahmu.
تَاللهِ لَقَدْ
أَطَعْتُ أَمْرَكَ = Demi Allah, demi
sungguh saya mentaati perintahmu.
3.
Jika berupa jumlah f’i’liyyah mutsbat,
sedangkan kata kerjanya berupa fi’il mudhari’ maka dikokohkan dengan lam qasam
dan nun taukid.
Contoh :
وَاللهِ لَأُحَاسِبَنَّ
الْمُقَصِّرَ = Demi Allah, sungguh
saya akan memperhitungkan orang yang lalai.
4.
Jika kalimat jawab itu berupa jumlah manfi
(kalimat negatif), baik jumlah ismiyyah atau fi’liyyah, tidak usah diberi
imbuhan kata pengokoh.
Contoh
:
وَحَقِّكَ لاَ
نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُثَابَرَةِ
= Demi hakmu, tiada keberhasilan kecuali dengan konsisten.
وَاللهِ مَا
نُضِيْعُ مَجْهُوْدَكَ = Demi Allah, kami
tidak akan menyia-nyiakan perjuanganmu.
***
3.
Uslub Mad-hu dan Dzammu
a.
Pengertian Uslub Mad-hu dan Dzammu
Uslub Mad-hu dan dzammu adalah gaya ungkapan yang
dimaksudkan untuk memberikan pujian ataupun celaan. Umumnya menggunakan kata نِعْمَ untuk uslub pujian yang terjemahannya sebaik-baik atau
yang semakna. Dan menggunakan kata بِئْسَ untuk uslub
celaan yang terjemahannya seburuk-buruk atau yang semakna.
Contoh :
نِعْمَ
الصَّدِيْقُ اَلْكِتَابُ = Sebaik-baik
teman adalah buku.
نِعْمَ الرَّجُلُ اَلصَّانِعُ
الْمُجِدُّ = Sebaik-baik
orang adalah pekerja yang sungguh-sungguh.
بِئْسَ الْقَوْلُ شَهَادَةُ الزُّوْرِ = Seburuk-buruk perkataan adalah kesaksian palsu.
b.
Unsur-unsur Uslub Mad-hu dan Dzammu
Berikut akan diuraikan secara simpel tentang unsur-unsur pokok
dalam uslub mad-hu dan dzammu:
1.
نِعْمَ dan بِئْسَ
adalah fi’il madhi jamid, yakni tidak memiliki bentuk fi’il mudhari’ dan amar,
juga tidak memiliki bilangan. Setara antara diberi akhiran ta’ ta’nits dan
tidak diberi jika fa’ilnya muannats.
Contoh :
نِعْمَ الصِّفَةُ
حُبُّ الْوَطَنِ = Sebaik-baik
sifat adalah cinta tanah air.
نِعْمَتِ
الصِّفَةُ حُبُّ الْوَطَنِ = Sebaik-baik
sifat adalah cinta tanah air.
2.
Fa’il نِعْمَ
dan بِئْسَ
Fa’il (subyek) dari نِعْمَ dan بِئْسَ
memiliki empat keadaan:
a.
Berawalan ال
Contoh :
نِعْمَ الرَّجُلُ
اَلصَّانِعُ الْمُجِدُّ = Sebaik-baik
orang adalah pekerja yang sungguh-sungguh.
بِئْسَ الْقَوْلُ
شَهَادَةُ الزُّوْرِ = Seburuk-buruk
perkataan adalah kesaksian palsu.
b.
Mudhaf pada kata yang berawalan ال
Contoh :
بِئْسَ مَصِيْرُ
الأَشْرَارِ اَلسُّجُوْنُ = Seburuk-buruk
tempat kejelekan adalah tahanan.
c.
Dhamir (kata ganti) tersimpan yang
setelahnya ada tamyiz dari kata ganti itu.
Contoh
:
نِعْمَ خَلُقاً اَلأَمَانَةُ
= Sebaik-baik budi pekerti adalah sifat amanah. Seandainya ditulis
lengkap نِعْمَ هُوَ
خُلُقاً اَلأَمَانَةُ. خُلُقاً
sebagai tamyiz untuk menjelaskan maksud kata ganti هُوَ.
d.
Isim maushul مَا
atau مَنْ
Contoh :
نِعْمَ مَنْ
يَحْرُثُ اَلْفَلاَّحُ = Sebaik-baik
orang yang membajak ada-
lah petani.
بِئْسَ مَا
تَفْعَلُ اَلسَّرِقَةُ = Seburuk-buruk
apa yang engaku kerjakan adalah mencuri.
3.
Makhshush dari نِعْمَ
dan بِئْسَ
Makhshush adalah kata yang dijadikan sasaran dari pujian dan
celaan. Kedudukannya sebagai mubtada’ yang diakhirkan. Sedangkan khabarnya
mendahuluinya berupa kombinasi antara نِعْمَ atau بِئْسَdengan subyeknya.
Contoh :
نِعْمَ
الصَّدِيْقُ اَلْكِتَابُ = Sebaik-baik teman adalah buku.
بِئْسَ الْقَوْلُ شَهَادَةُ
الزُّوْرِ = Seburuk-buruk
perkataan adalah kesaksian palsu.
اَلْكِتَابُ adalah sasaran dari
pujian yang kedudukannya sebagai mubtada’ mu’akhhar, sedangkan نِعْمَ الصَّدِيْقُ kedudukannya
sebagai khabar muqaddam.
Penulisan makhshush bisa didahulukan dari kata kerjanya dan
berkedudukan sebagai mubtada’. Sedangkan نِعْمَ atau بِئْسَ
dengan subyeknya sebagai khabar.
Contoh :
اَلْكِتَابُ نِعْمَ الصَّدِيْقُ
= Buku adalah sebaik-baik teman
***
4. Uslub
Ta’ajjub
a.
Pengertian Uslub Ta’ajjub
Uslub ta’ajjub adalah gaya
ungkapan yang dimaksudkan untuk menyampaikan suatu ketakjuban, baik tentang
seseorang, benda maupun yang lain. Gaya
ungkapan ini umumnya disampaikan dengan dua pola; أَفْعِلْ بِهِ ,مَا أَفْعَلَهُ. Cara menerjemah uslub yang demikian adalah dengan kata betapa,
oh betapa, alangkah atau kata-kata lain yang menunjukkan kekaguman.
Contoh :
مَا أَجْمَلَ
السَّمَاءَ = Betapa indahnya langit itu.
أَجْمِلْ بِالسَّمَاءِ = Oh indahnya
langit itu.
Perlu diperhatikan secara ekstra oleh pembaca teks Arab tentang
kemungkinan salah memahami terhadap gaya
kalimat ini. Karena pola pertama sebagaimana contoh di atas sama persis dengan
kata tanya, sedangkan pola kedua sama persis dengan kata perintah. Dengan
demikian, konteks pembicaraan (siyaqul kalam) sangatlah menentukan
pemaknaan pola tersebut, apakah ta’ajjub berpola kata tanya atau ta’ajjub
berpola kata perintah. Kesalahan memahami jenis pola ini sangatlah fatal.
Sebagai gambaran kesalahan ini, misalnya, jika pola pertama diterjemahkan: “Apa
yang membuat indah langit itu? ”. Kesalahan pemahaman tentang pola ini disebut-sebut
sebagai legenda yang mendorong lahirnya ilmu nahwu oleh Abu al-Aswad ad-Du’ali
sebagaimana saya paparkan pada bab pendahuluan.
b.
Syarat-syarat Uslub Ta’ajjub
Syarat-syarat fi’il yang digunakan untuk
uslub ta’ajjub sebagai berikut :
1.
Berupa fi’il tsulatsi, yaitu kata kerja
yang terdiri dari tiga huruf lalu kiaskan pada pola أَفْعَلَ
atau أَفْعِلْ.
Contoh :
جَمُلَ = indah عَظُمَ
=
agung
عَذُبَ = sedap صَدَقَ = jujur
كَبُرَ = besar كَثُرَ = banyak
2.
Berupa fi’il tam, yaitu kata kerja yang
bukan berupa كَانَ atau kelompoknya, seperti contoh di atas.
3.
Berupa fi’il mutsbat
4. Berupa fi’il bina’ ma’lum, yaitu kata kerja bentuk aktif,
seperti contoh di atas.
5. Fi’il jamid tidak bisa dibuat uslub ta’ajjub secara
mutlak.
Apabila
berlawanan dengan ketentuan-ketentuan di atas, berlaku ketentuan lain, yaitu
diawali oleh kata kerja yang memenuhi ketentuan di atas dan maknanya bertemali
dengan kata kerja yang tidak memenuhi
ketentuan itu. Kemudian kata kerja yang tidak memenuhi ketentuan tersebut
diambil bentuk masdarnya, baik yang sharih atau yang muawwal, sebagai berikut :
1. Kata kerja lebih dari tiga huruf
Contoh :
مَا أَرْوَعَ
أَنْ يَنْتَصِرَ أَخِى فِى الْمُسَابَقَةِ
= Betapa mengagumkan kemenangan saudaraku dalam perlombaan itu.
2.
Kata kerja naqish.
Contoh :
مَا
أَصْعَبَ كَوْنَ الدَّوَاءِ مُرّاً
= Betapa sukarnya, obat itu pahit.
3.
Kata kerja manfi.
Contoh :
مَا أَضَرَّ
أَلاَّ يَصْدُقَ الْعَامِلُ
= Betapa bahayanya ketidakjujuran karyawan itu.
4.
Kata kerja bentuk pasif.
Contoh
:
مَا أَجْمَلَ
أَنْ يُقَالَ الْحَقُّ = Betapa
indahnya perkataan hak itu.
***
5. Uslub
Ikhtishash
Pengertian Uslub Ikhtishash
Uslub ikhtishash adalah memfokuskan maksud suatu ungkapan
pembicara pada obyek tertentu. Biasanya menggunakan kata kerja أَخُصُّ/تَخُصُّ/نَخُصُّ
yang keberadaannya tersimpan antara kata ganti sebagai pembicara dengan isim
zhahir ma’rifah sebagai obyek dari maksud ungkapan itu. Uslub ikhtishash dapat
diterjemah dengan khususnya atau yang semakna.
Contoh :
نَحْنُ الطُلاَّبَ
نُرِيْدُ النَّجَاحَ فِى الإِخْتِبَارِ
= Kami, khususnya para siswa
menginginkan sukses dalam ujian.
نَحْنُ مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ
مُطَالَبُوْنَ بِتَطْبِيْقِ التَّعَالِيْمِ الإِسْلاَمِيَّةِ فِى حَيَاتِنَا
الْيَوْمِيَّةِ = Kami, khususnya
golongan muslim dituntut untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Islam dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Contoh نَحْنُ الطُلاَّبَ نُرِيْدُ النَّجَاحَ فِى الإِخْتِبَارِ andaikan ditulis secara lengkap menjadi نَحْنُ نَخُصُّ الطُلاَّبَ
نُرِيْدُ النَّجَاحَ فِى الإِخْتِبَارِ.
Uslub ikhtishash mirip dengan munada dalam bentuk lafalnya,
tetapi berbeda dengannya dalam tiga hal :
1. Tanpa menggunakan kata sebagai media memanggil
2. Harus diawali oleh kata ganti orang pertama (dhamir
mutakallim) atau orang kedua (dhamir mukhatab).
3. Berupa isim ma’rifah (selain isim isyarah/kata tunjuk),
biasanya berupa lafal أَيُّهَا / أَيَّتُهَا yang dikombinasikan dengan kata
yang berawalan ال.
Contoh :
أَنْتَ أَيُّهَا
التِّلْمِيْذُ مُطَالَبٌ بِطَاعَةِ أُسْتَاذِكَ
= Engkau, khususnya siswa dituntut mentaati gurumu.
Ada juga berupa
kata yang berawalan ال tanpa diawali lafal أَيُّهَا / أَيَّتُهَا,
juga berupa kata yang mudhaf pada kata berawalan ال.
Masing-masing contohnya telah disebutkan di muka.
***
6. Uslub
Ighra’ dan Tahdzir
a. Pengertian Uslub Ighra’ dan Tahdzir
Uslub ighra’ adalah ungkapan yang
menganjurkan orang kedua agar melakukan perbuatan-perbuatan terpuji. Sedang kan
uslub tahdzir adalah ungkapan sebagai peringatan kepada orang kedua untuk
menjauhi perbuatan tercela.
Cara mengidentifikasi gaya ungkapan ini
dengan melihat bahwa suatu kalimat hanya terdiri dari satu kata atau dua kata
yang sejajar dan kesemuanya dibaca manshub. Cara menerjemahkan pola ini dengan
menggunakan kata-kata yang bermakna menganjurkan atau memperingati, misalnya, …lah,
sebaiknya, seyogyanya, janganlah, dan sebagainya.
Contoh :
اَلْعَدْلَ = Berbuat adillah.
اَلصِّدْقَ
= Jujurlah.
اَلْكَذِبَ
= Janganlah berdusta.
اَلصِّدْقَ وَالإِخْلاَصَ = Seyogyanya
anda jujur dan ikhlas.
اَلنِّفَاقَ وَالْخِيَانَةَ = Jauhilah sifat
munafik dan khianat.
Ungkapan-ungkapan seperti di atas sekalipun tampatnya memang
terdiri dari satu kata atau dua kata sejajar, namun sebenarnya merupakan sebuah
kalimat lengkap, setidaknya dilihat dari aspek pesan yang dikandungnya.
Diharapkan kepada pembaca bahasa Arab untuk tidak salah memahami pada pola ini.
Sebagai gambaran, misalnya pembaca bahasa Arab salah memahami kalimat pertama
dan kalimat keempat pada contoh di atas, sehingga kalimat pertama dimaksudkan
dengan keadilan, dan kalimat keempat dimaksudkan dengan kejujuran dan
keikhlasan. Dengan demikian, untuk memahami teks bahasa Arab secara
obyektif, diperlukan pemahaman terhadap konteks pembicaraannya secara jeli.
Kemanshuban kata-kata di atas disebabkan oleh kata kerja
perintah (fi’il amar) tersimpan yang sesuai dengan kata-kata itu. Oleh
karenanya, pada dasarnya contoh-contoh di atas merupakan kalimat lengkap.
Contoh :
اَلصِّدْقَ = jujurlah, lengkapnya
إِلْزَمْ اَلصِّدْقَ
= selalu jujurlah engkau.
b.
Ragam Bentuk Penggunaan Uslub
Ighra’ dan Tahdzir
Cara menggunakan kata yang dijadikan
anjuran (maghra bih) kepada orang kedua untuk melakukan hal terpuji, dan kata
yang dijadikan peringatan (muhadzdzar bih) untuk menjauhi hal tercela ada
beberapa macam :
1.
Menyebutkan sepatah kata.
Contoh :
اَلْعَدْلَ = Berbuat
adillah.
اَلصِّدْقَ = jujurlah.
2. Menggunakan kata ulang untuk memperkokoh maksud
perkataan.
Contoh
:
اَلأَمَانَةَ اَلأَمَانَةَ = Amanahlah, amanahlah
اَلْكَذِبَ اَلْكَذِبَ = Janganlah berdusta, janganlah berdusta
3. Menggunakan dua kata dengan dua maksud.
Contoh
:
اَلصِّدْقَ
وَالإِخْلاَصَ = Seyogyanya anda jujur dan ikhlas.
اَلنِّفَاقَ
وَالْخِيَانَةَ = Jauhilah sifat munafik dan
khianat.
Khusus untuk uslub tahdzir memiliki tiga
bentuk :
1.
Menyebutkan muhadzdzar bih yang diawali
kata إِيَّاكَ tanpa huruf athaf.
Contoh
:
إِيَّاكَ
التَّهَاوُنَ = Jauhilah penghinaan
2.
Menyebutkan muhadzdzar bih yang diawali
kata إِيَّاكَ dan menggunakan huruf athaf.
Contoh :
إِيَّاكَ وَ
التَّهَاوُنَ = Jauhilah
penghinaan
3.
Menyebutkan muhadzdzar bih yang diawali
kata إِيَّاكَ dan setelahnya menggunakan huruf jar مِنْ.
Contoh :
إِيَّاكَ مِنَ
التَّهَاوُنِ = Jauhilah dari penghinaan.
***
7. Uslub
Istighatsah
Pengertian Uslub Istighatsah
Uslub istighatsah adalah ungkapan yang dimaksudkan menyeru
kepada orang yang dianggap mampu untuk membantu atau memberikan pertolongan
melepaskan beban atau kesengsaraan dan sejenisnya. Sedangkan kata seru (huruf
nida’) pada pola ini tertentu menggunakan kata يَا.
Contoh :
يَا لَعَمِّ
إِقْبَالٍ لِفَخْرِى = Wahai paman Iqbal,
tolonglah Fakhri.
يَا لَأُسْتَاذٍ لِأَوْلاَدِىْ فِى
فَهْمِ الْقُرْآنِ = Wahai guru,
bantulah anakku dalam memahami Al-Qur’an.
Dari contoh يَا لَعَمِّ إِقْبَالٍ لِفَخْرِى tersebut dapat dirinci; يَا sebagai media untuk
menyeru,
عَمِّ إِقْبَالٍ sebagai sasaran dari seruan tersebut yang
berawalan لَ . Secara tersirat pola ungkapan ini mengandung makna, bantulah,
tolonglah atau yang semakna dengannya setelah يَا لَعَمِّ إِقْبَالٍ
= Wahai paman Iqbal, “tolonglah”. Sedangkan فَخْرِى
diawali لِ merupakan sasaran maksud permintaan orang pertama kepada orang
kedua berupa pertolongan atau sejenisnya. Lengkapnya, Wahai paman Iqbal, tolonglah Fakhri.
***
8. Uslub
Istifham
a.
Pengertian Uslub Istifham
Uslub istifham adalah ungkapan untuk menanyakan sesuatu kepada
orang kedua dengan diawali kata tanya sesuai dengan pertanyaan yang dimaksud.
Contoh :
مَتَى
الْإِمْتِحَانُ ؟ = Kapan ujian?
أَيْنَ بَيْتُكَ ؟
= Di mana rumahmu?
b.
Macam-macam Kata Tanya
Kata tanya secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian :
1.
Harful istifham
Harful istifham memiliki dua bagian; هَلْ
dan hamzah ( أَ ). Adapun fungsinya sebagai berikut :
a.
هَلْ = apakah/adakah,
berfungsi untuk menanyakan suatu aktifitas, apakah aktifitas itu dilakukan atau
tidak. Jika dilakukan maka jawabannya نَعَمْ = iya. Dan
apabila suatu aktifitas itu tidak dikerjakan maka jawabannya لاَ
= tidak.
Contoh :
هَلْ قَرأْتَ
هذَاالْكِتَابَ ؟ = Apakah engkau
membaca buku ini?
Jawabannya :
نَعَمْ قَرأْتُ
هذَاالْكِتَابَ (+)
= Iya, saya membaca buku ini.
لاَ مَا قَرأْتُ
هذَا الْكِتَابَ (-)
= Tidak, saya tidak membaca buku ini.
b.
Hamzah ( أَ
) = apakah/adakah, memiliki tiga fungsi :
1.
Untuk memperjelas salah satu diantara dua
orang atau benda yang ditanyakan.
Contoh :
أَرَأَيْتَ
مُحَمَّداً أَوْ عَلِيّاً ؟ = Apakah
engkau melihat Muhammad atau Ali?
Jawabannya
:
رَأَيْتُ مُحَمَّداً
= Saya melihat Muhammad, atau
رَأَيْتُ عَلِيّاً = Saya melihat
Ali.
2.
Untuk menanyakan suatu aktifitas, apakah
aktifitas itu dilakukan atau tidak. Jika dilakukan maka jawabannya نَعَمْ
= iya. Dan apabila suatu aktifitas itu tidak dikerjakan maka jawabannya لاَ
= tidak, sama halnya dangan هَلْ.
Contoh :
أَ قَرَأْتَ
هذَاالْكِتَابَ ؟ = Apakah engkau membaca
buku ini?
Jawabannya
:
نَعَمْ قَرأْتُ
هذَاالْكِتَابَ (+)
= Iya, saya membaca buku ini.
لاَ مَا قَرأْتُ هذَا الْكِتَابَ
(-) = Tidak, saya tidak
membaca buku ini.
3.
Untuk kalimat negatif, jika aktifitas itu
dilakukan, jawabannya menggunakan بَلَى = iya, dan
jika aktifitas itu tidak dilakukan menggunakan jawaban نَعَمْ
= iya.
Contoh :
أَلَمْ تََقْرَأْ
هذَاالْكِتَابَ ؟ = Apakah engkau belum
membaca buku ini?
Jawabannya
:
بَلَى أَقْرَأُ هذَاالْكِتَابَ (+)
= Iya, saya membaca buku ini.
أَقْرَأْ هذَاالْكِتَابَ (-) نَعَمْ لَمْ= Iya, saya belum membaca buku ini.
2.
Asma’ istifham
Asma’ istifham adalah kata-kata tanya yang
digunakan menanyakan satu obyek tertentu untuk mendapatkan kejelasan apa yang
dimaksud. Macam-macamnya sebagai berikut :
1.
مَنْ=
siapa, berfungsi untuk menanyakan
seseorang.
Contoh :
مَنْ وَضَعَ
الْكِتَابَ ؟ = Siapa yang
meletakkan buku itu?
2.
مَا = apa,
berfungsi untuk menanyakan benda (selain orang).
Contoh :
مَاهِىَ
الْقَصَصُ الَّتِى قَرَأْتَهَا ؟
= Cerita-cerita apa yang telah kau baca?
3.
مَتَى = kapan,
berfungsi untuk menanyakan waktu.
Contoh :
مَتَى حَضَرْتَ ؟ = Kapan engkau hadir?
4.
أَيْنَ = di mana,
berfungsi untuk menanyakan tempat.
Contoh :
أَيْنَ سَكَنْتَ
؟ = Di mana engkau berdomisili?
5.
كَمْ = berapa,
berfungsi untuk menanyakan hitungan.
Contoh :
كَمْ كِتَاباً
قَرَأْ تَ ؟ = Berapa buku yang
telah engkau baca?
6.
كَيْفَ = bagaimana,
berfungsi untuk menanyakan keadaan.
Contoh :
كَيْفَ
حَالُكَ ؟= Bagaimana
keadaanmu?
***
9. Uslub
Nudbah
Pengertian Uslub Nudbah
Uslub nudbah adalah ungkapan yang digunakan untuk meratapi orang
yang disesali yang menanggung duka cita, atau mengeluhkan sesuatu yang
dirasakan sakit.
Cara mengidentifikasi ungkapan ini dapat dilihat cirinya, yaitu
kata benda berawalan وَا atau يَا yang terjemahannya dapat diwakili oleh aduh, duh
kasihan, aduhai atau yang semakna.
Ada tiga cara yang dapat digunakan dalam
ungkapan ini, yaitu :
1.
Memberi
awalan وَا
atau يَا pada kata benda.
Contoh :
وَا حُسَيْنُ = Duh kasihan Husain
يَا حَرَّ قَلْبٍ = Aduh panas hati
2.
Memberi
awalan وَا
atau يَا dan memberi akhiran ا
(alif) pada kata benda.
Contoh :
وَا حُسَيْنَا = Duh kasihan Husain
يَا حَرَّ قَلْبَا = Aduh panas hati
3.
Memberi
awalan وَا
atau يَا dan memberi akhiran ا
(alif) dan ه saktah pada kata benda apabila akan diwaqafkan.
Contoh :
وَا حُسَيْنَاهْ, قَتَلَكَ أَعْدَائُكَ
غِيْلَةً = Duh kasihan Husain,
engkau telah diculik oleh musuh-musuhmu.
يَا مُوْسَاهْ لَقَدْ ظَلَمَكَ أَصْحَابُكَ = Aduh Musa, teman-temanmu sungguh telah menzalimimu.
***
10. Uslub Isim Tafdhil
Pengertian Isim Tafdhil
Isim tafdhil adalah perbandingan antara dua benda yang memiliki
satu sifat yang sama, namun sifat salah satu diantara keduanya melebihi yang
lainnya. Umumnya pola ini disampaikan dengan menggunakan kata yang berwazan أَفْعَلُ.
Contoh :
خَلِيْلٌ
أَعْلَمُ مِنْ سَعِيْدٍ = Khalil lebih alim ketimbang
Said.
خَلِيْلٌ أَجْهَلُ مِنْ سَعِيْدٍ = Khalil
lebih bodoh ketimbang Said.
Kadang ada pula arti isim tafdhil dengan
membandingkan dua benda yang memiliki sifat berlainan, di mana salah satu dari
dua benda tersebut dalam segi sifatnya melebihi yang satunya.
Contoh :
اَلصَّيْفُ
أَحَرُّ مِنَ الشِّتَاءِ = Musim
kemarau lebih panas dari pada musim hujan.
Maksudnya musim kemarau dalam segi panasnya
melebihi musim hujan dalam segi dinginnya.
Contoh :
اَلْعَسَلُ
أَحْلَى مِنَ الْخَلِّ = Madu lebih manis
ketimbang cuka.
Maksudnya madu dalam manisnya melebihi cuka dalam kecutnya.
***
11. Uslub Du’aiyyah
Pengertian Uslub Du’aiyyah
Uslub du’aiyyah adalah ungkapan yang
dimaksudkan
sebagai doa (permohonan). Pola ungkapan
ini berupa jumlah fi’liyyah (fi’il-fa’il) atau jumlah ismiyyah (mubtada’-khabar)
sebagaimana biasa. Tetapi karena ungkapan ini dimaksudkan sebagai doa maka
dapat menunjukkan arti semoga, mudah-mudahan atau yang semakna
dengannya secara tersirat. Sehingga pola ini disebut jumlah du’aiyyah
(kalimat doa).
Contoh :
صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ = Semoga
Allah memberikan rahmat dan salam atasnya.
رَضِىَ اللهُ عَنْهُ
= Mudah-mudahan Allah meridhainya.
حَفِظَهُمُ اللهُ = Semoga Allah memelihara mereka.
عَلَيْهِ السَّلاَمُ
= Semoga keselamatan
tercurahkan kepadanya.
وَاللهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيْقِ
= Semoga Allah memberi petunjuk pada jalan yang lurus.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ = Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurahkan
kepadamu.
Wallah a’lam.
***
Sumenep, 28 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar