Jumat, 28 November 2014

GAYA-GAYA KALIMAT SINTAKSIS (AL-ASALIB AL-NAHWIYYAH)


Oleh M. Khaliq Shalha



Substansi pembahasan uslub (style) berkisar pada pembahasan kalimat, yakni terdiri dari mubtada’-khabar atau fi’il-fa’il. Walau demikian, dalam buku-buku nahwu pembahasan uslub tidak dimasukkan dalam pembahasan struktur kalimat secara umum, namun diletakkan pada bab tersendiri. Berdasarkan hal itu, uslub dapat diartikan sebagai kalimat Arab yang memiliki orientasi tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa kalimat Arab pada umumnya dengan ciri khas masing-masing. Dalam tulisan ini, saya akan menguraikan sebelas macam uslub.
1.     Uslub Syarat
a.      Pengertian Uslub Syarat
Uslub syarat adalah dua kalimat yang dihubungkan oleh kata-kata syarat. Kata pertama disebut kata syarat, kalimat selanjutnya berupa fi’il disebut fi’il syarat dan kalimat sesudahnya berupa fi’il juga disebut jawab syarat. Kata penghubung dalam uslub kalimat syarat secara umum berada di awal kalimat pertama.
Contoh :
حَيْثُمَا تَسْتَقِمْ يُقَدِّرْ لَكَ اللهُ نَجَاحاً = Apabila engkau konsisten, niscaya
Allah akan mentakdirkan untukmu keberhasilan.
حَيْثُمَا = Apabila disebut kata syarat,  تَسْتَقِمْ = engkau konsisten disebut fi’il syarat. Kombinasi antara kata syarat dan fi’il syarat saya menyebutnya kalimat syarat. Sedangkan يُقَدِّرْ لَكَ اللهُ نَجَاحاً = niscaya Allah mentakdirkan untukmu kesuksesan disebut jawab syarat yang saya menyebutnya kalimat jawab.
b.      Kata-kata Syarat
Berikut ini akan diuraikan kata-kata sebagai penghubung dua kalimat dalam gaya kalimat syarat, dan kalimat jawab  tidak usah diberi awalan kata فَ atau sejenisnya yang berarti maka, tentu, niscaya atau yang semakna. Namun secara tersirat makna maka, tentu, atau niscaya dalam konteks terjemahan dapat diletakkan sebagai kata awal dari kalimat jawab :
1.      إِنْ   = jika/jikalau
Contoh :
إِنْ تَجْتَهِدْ تَنْجَحْ = Jika engkau sungguh-sungguh niscaya engkau berhasil.
2.      مَنْ = barangsiapa
Contoh :
مَنْ يَحْصُدْ يَزْرَعْ = Barangsiapa menanam niscaya ia memanen.
3.      مَهْمَا = Bilamana
Contoh :
مَهْمَا تَفْرَحْ أَفْرَحْ = Bilamana engkau gembira niscaya saya gembira.
4.      مَتَى  = Kapan
Contoh :
مَتَى تَرْجِعْ أَشْكُرْ = Kapan engkau pulang maka saya akan berterima kasih.
5.      أَيَّانَ             = apabila/bilamana
Contoh :
أَيَّانَ تَنَامْ اَسْتَيْقِظْ = Bilamana engkau tidur maka saya akan bangun.
6.      أَيْنَ = di mana
Contoh :
أَيْنَ تَعْمَلْ تَجِدْ = Di mana engkau berusaha maka engkau akan mendapatkan
7.      أَيْنَمَا = di manapun
Contoh :
أَيْنَمَا أَسْكُنْ أَذْكُرْ اِسْمَكِ = Di manapun saya tinggal tentu saya menyebut namamu.
8.      أَنَّى = di mana
Contoh :
أَنَّى تَذْهَبْ نَذْهَبْ = Dimana engkau pergi maka kami akan pergi.
9.      حَيْثُمَا = di manapun
Contoh :
حَيْثُمَا تَعَلَّمْ تَنْجَحْ = Di manapun engkau belajar maka engkau akan berhasil.
10.  كَيْفَمَا = bagaimanapun
Contoh :
كَيْفَمَا تَقُلْ اَسْتَقِمْ = Bagaimanapun engkau mengatakan niscaya saya tetap konsisten.
Berikut kata-kata sebagai penghubung dua kalimat dalam gaya kalimat syarat, dan kalimat jawab  ada yang harus mendapat awalan yang menunjukkan arti maka atau niscaya, dan ada pula yang hanya secara tersirat mengandung makna maka atau niscaya :
1.      لَوْ = andai/kalau
لَوْ biasanya mengawali kalimat syarat berupa fi’il madhi, dan jika kalimat jawabnya terdiri dari kata kerja bentuk lampau positif (mutsbat) harus diberi awalan lam, dan jika terdiri dari kata kerja bentuk lampau negatif tidak usah diberi imbuham lam.
Contoh :
لَوْ عُوْلِجَ الْمَرِيْضُ لَشُفِىَ = Andai orang sakit itu diobati, niscaya sembuh.
لَوْ تَأَنَّى الْعَامِلُ مَانَدِمَ = Andai pekerja itu perlahan-lahan, niscaya tidak menyesal.
2.      لَوْمَا/لَوْلاَ = andai tidak ada
Ketentuan pada kata ini persis dengan ketentuan pada kata nomor 1 di atas.
Contoh :
لَوْلاَ الْعُلَمَاءُ لَصَارَ النَّاسُ كَالْبَهَائِمِ = Andai tidak ada ulama, niscaya manusia seperti binatang.
 لَوْلاَ الطَّبِيْبُ مَاشُفِىَ الْمَرِيْضُ= Andai tidak ada dokter niscaya tidak sembuh orang sakit itu.
3.      أَمَّا = adapun (berfungsi merinci)
Kata tersebut berfungsi untuk merinci suatu ungkapan, dan kalimat jawabnya harus diberi awalan fa’.
Contoh :
أُهَنِّئُ جَمِيْعَ النَّاجِحِيْنَ , أَمَّا الأَوَّلُ فَبَارَكَ اللهُ لَهُمْ ... = Saya mengucapkan selamat kepada mereka yang berhasil; adapuan yang pertama, maka semoga Allah memberkati mereka…
4.      إِذَا = apabila
Contoh :
إِذَا مَرِضْتَ فَاذْهَبْ إِلَى الطَّبِيْبِ = Apabila engkau sakit maka pergilah ke dokter.
إِذَا الطَّبِيْبُ نَصَحَ لَكَ فَاعْمَلْ بِنَصْحِهِ = Apabila dokter memberi resep padamu maka laksanakanlah resepnya.
Untuk contoh kedua perlu saya jabarkan, bahwa apabila setelah إِذَا berupa kata benda maka setelah kata tersebut ada kata kerja secara tersirat, dan tafsiran dari kata kerja itu sama dengan kata kerja yang berada setelah kata benda tersebut, yaitu نَصَحَ. Contoh lengkapnya sebagai berikut :
إِذَا نَصَحَ الطَّبِيْبُ نَصَحَ لَكَ فَاعْمَلْ بِنَصْحِهِ
5.      كُلَّمَا/لَمَّا = tatkala
Contoh :
 لَمَّا ذَهَبْتُ إِلَيْهِ وَجَدْتُهُ مَرِيْضاً= Tatkala saya pergi padanya, maka saya mendapatkannya sakit.
c.      Imbuhan pada Kalimat Jawab
Pada dasarnya, kalimat jawab tanpa berawalan ف, kecuali kalimat jawab tersebut :
1.      Berupa jumlah ismiyyah, baik mutsbat (positif) atau manfi (negatif).
Contoh :
مَنْ جَدَّ فَالنَّجَاحُ تَابِعُهُ = Barangsiapa yang giat, tentu kesuksesan menyertainya.
إِنْ يَنْصُرْ كُمُ اللهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ = Jika Allah menolong kamu semua, maka tidak ada yang mengalahkanmu.
2.      Berupa jumlah fi’liyyah yang berbentuk thalabi (tuntutan), amar (perintah), nahi (larangan) atau istifham (pertanyaan).
Contoh :
إِذَا مَرِضْتَ فَاتْبِعْ نُصْحَ الطَّبِيْبِ = Apabila engkau sakit, maka ikuti resep dokter.
إِنْ كُلِّفْتَ بِعَمَلٍ فَلاَ تُقَصِّرْ فِيْهِ = Jika engkau dibebani suatu pekerjaan, maka jangan engkau melalaikannya.
إِنْ حَدَّثْتُكَ بِالسِّرِّ فَهَلْ تَكْتُمُهُ ؟ = Jika saya berbicara rahasia padamu, apakah engkau akan menyembunyikannya?
3.      Berupa jumlah fi’liyyah yang kata kerjanya berupa fi’il jamid, yakni kata kerja yang memiliki satu bentuk.
Contoh :
مَنْ أَفْشَى السِّرَّ فَلَيْسَ بِأَمِيْنٍ = Barangsiapa mempublikasikan rahasia, maka tidak aman.
مَنْ تَعَاوَنَ فَنِعْمَ مَا صَنَعَ = Barangsiapa tolong-menolong, tentu sebaik-baik apa yang ia perbuat.
***
2.     Uslub Qasam
a.      Pengertian Uslub Qasam
Uslub qasam atau kalimat sumpah adalah kalimat yang dimaksudkan untuk menguatkan pesan yang disampaikan dengan menggunakan media sumpah seperti و, ب, ت yang terjemahannya demi atau yang semakna dengannya.  ت tertentu pada lafal jalalah ( الله ) sedangkan و dan ب tidak.
Contoh :
وَاللهِ لاَ نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُجَاهَدَةِ  = Demi Allah, tidak ada suatu keberhasilan kecuali dengan kerja keras.
بِاللهِ لَنْ يُضِيْعَ حَقَّنَا = Demi Allah, dia tidak akan menyia-nyiakan hak kita.
تَاللهِ إِنَّ فَاعِلَ الْخَيْرِ لَمَحْبُوْبٌ = Demi Allah, orang yang berbuat baik niscaya dicintai.
Contoh  وَاللهِ لاَ نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُجَاهَدَةِ dapat dirinci; وَ = demi disebut adat qasam (media sumpah), اللهِ = Allah disebut muqsam bih (kata yang dibuat sumpah), sedangakan  لاَ نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُجَاهَدَة = tidak ada suatu keberhasilan kecuali dengan kerja keras disebut jawab qasam, sebagaimana juga pada uslub syarat.
b.      Muqsam Bih
Muqsam bih atau kata yang dibuat sumpah biasanya lafal jalalah ( الله ) atau lafal yang lazim digunakan seperti حَقُّكَ = hakmu, حَيَاتُكَ = hidupmu, atau menunjukan arti waktu seperti yang banyak dalam Al-Qur’an misalnya العَصْرُ = waktu Ashar, dan lain-lain.
c.      Jawab Qasam
Jawab qasam berupa jumlah ismiyyah atau jumlah Fi'liyyah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Jika berupa jumlah ismiyyah mutsbat (kalimat nominal positif) harus dikokohkan dengan إِنَّ atau إِنَّ sekaligus ل.
Contoh :
وَاللهِ إِنَّ فَاعِلَ الْخَيْرِ مَحْبُوْبٌ = Demi Allah, sesungguhnya orang yang berbuat baik dicintai.
وَاللهِ إِنَّ فَاعِلَ الْخَيْرِ لَمَحْبُوْبٌ = Demi Allah, sesungguhnya orang yang berbuat baik niscaya dicintai.
2.      Jika berupa jumlah fi’liyyah mutsbat (kalimat verbal positif) dan kata kerjanya berupa fi’il madhi maka harus dikokohkan dengan قَدْ atau قَدْ sekaligus ل.
Contoh :
تَاللهِ قَدْ أَطَعْتُ أَمْرَكَ = Demi Allah, sungguh saya mentaati perintahmu.
تَاللهِ لَقَدْ أَطَعْتُ أَمْرَكَ = Demi Allah, demi sungguh saya mentaati perintahmu.
3.      Jika berupa jumlah f’i’liyyah mutsbat, sedangkan kata kerjanya berupa fi’il mudhari’ maka dikokohkan dengan lam qasam dan nun taukid.
Contoh :
وَاللهِ لَأُحَاسِبَنَّ الْمُقَصِّرَ = Demi Allah, sungguh saya akan memperhitungkan orang yang lalai.
4.      Jika kalimat jawab itu berupa jumlah manfi (kalimat negatif), baik jumlah ismiyyah atau fi’liyyah, tidak usah diberi imbuhan kata pengokoh.
Contoh :
وَحَقِّكَ لاَ نَجَاحَ إِلاَّ بِالْمُثَابَرَةِ = Demi hakmu, tiada keberhasilan kecuali dengan konsisten.
وَاللهِ مَا نُضِيْعُ مَجْهُوْدَكَ = Demi Allah, kami tidak akan menyia-nyiakan perjuanganmu.
***
3.     Uslub Mad-hu dan Dzammu
a.      Pengertian Uslub Mad-hu dan Dzammu
Uslub Mad-hu dan dzammu adalah gaya ungkapan yang dimaksudkan untuk memberikan pujian ataupun celaan. Umumnya menggunakan kata نِعْمَ untuk uslub pujian yang terjemahannya sebaik-baik atau yang semakna. Dan menggunakan kata بِئْسَ untuk uslub celaan yang terjemahannya seburuk-buruk atau yang semakna.
Contoh :
نِعْمَ الصَّدِيْقُ اَلْكِتَابُ = Sebaik-baik teman adalah buku.
نِعْمَ الرَّجُلُ اَلصَّانِعُ الْمُجِدُّ = Sebaik-baik orang adalah pekerja yang sungguh-sungguh.
بِئْسَ الْقَوْلُ شَهَادَةُ الزُّوْرِ = Seburuk-buruk perkataan adalah kesaksian palsu.
b.      Unsur-unsur Uslub Mad-hu dan Dzammu
Berikut akan diuraikan secara simpel tentang unsur-unsur pokok dalam uslub mad-hu dan dzammu:
1.   نِعْمَ dan بِئْسَ adalah fi’il madhi jamid, yakni tidak memiliki bentuk fi’il mudhari’ dan amar, juga tidak memiliki bilangan. Setara antara diberi akhiran ta’ ta’nits dan tidak diberi jika fa’ilnya muannats.
Contoh :
نِعْمَ الصِّفَةُ حُبُّ الْوَطَنِ = Sebaik-baik sifat adalah cinta tanah air.
نِعْمَتِ الصِّفَةُ حُبُّ الْوَطَنِ = Sebaik-baik sifat adalah cinta tanah air.
2.      Fa’il نِعْمَ dan بِئْسَ
Fa’il (subyek) dari نِعْمَ dan بِئْسَ memiliki empat keadaan:
a.       Berawalan ال
Contoh :
نِعْمَ الرَّجُلُ اَلصَّانِعُ الْمُجِدُّ = Sebaik-baik orang adalah pekerja yang sungguh-sungguh.
بِئْسَ الْقَوْلُ شَهَادَةُ الزُّوْرِ = Seburuk-buruk perkataan adalah kesaksian palsu.
b.      Mudhaf pada kata yang berawalan ال
Contoh :
بِئْسَ مَصِيْرُ الأَشْرَارِ اَلسُّجُوْنُ = Seburuk-buruk tempat kejelekan adalah tahanan.
c.       Dhamir (kata ganti) tersimpan yang setelahnya ada tamyiz dari kata ganti itu.
Contoh :
نِعْمَ خَلُقاً اَلأَمَانَةُ = Sebaik-baik budi pekerti adalah sifat amanah. Seandainya ditulis lengkap نِعْمَ هُوَ خُلُقاً اَلأَمَانَةُ. خُلُقاً sebagai tamyiz untuk menjelaskan maksud kata ganti هُوَ.
d.      Isim maushul مَا atau مَنْ
Contoh :
نِعْمَ مَنْ يَحْرُثُ اَلْفَلاَّحُ = Sebaik-baik orang yang membajak ada-
 lah petani.
بِئْسَ مَا تَفْعَلُ اَلسَّرِقَةُ = Seburuk-buruk apa yang engaku kerjakan adalah mencuri.
3.      Makhshush dari نِعْمَ dan بِئْسَ
Makhshush adalah kata yang dijadikan sasaran dari pujian dan celaan. Kedudukannya sebagai mubtada’ yang diakhirkan. Sedangkan khabarnya mendahuluinya berupa kombinasi antara نِعْمَ atau  بِئْسَdengan subyeknya.
Contoh :
نِعْمَ الصَّدِيْقُ اَلْكِتَابُ     = Sebaik-baik teman adalah buku.
بِئْسَ الْقَوْلُ شَهَادَةُ الزُّوْرِ = Seburuk-buruk perkataan adalah kesaksian palsu.
اَلْكِتَابُ adalah sasaran dari pujian yang kedudukannya sebagai mubtada’ mu’akhhar, sedangkan  نِعْمَ الصَّدِيْقُ kedudukannya sebagai khabar muqaddam.
Penulisan makhshush bisa didahulukan dari kata kerjanya dan berkedudukan sebagai mubtada’. Sedangkan نِعْمَ atau بِئْسَ dengan subyeknya sebagai khabar.
Contoh :
اَلْكِتَابُ نِعْمَ الصَّدِيْقُ = Buku adalah sebaik-baik teman
***
4.     Uslub Ta’ajjub
a.       Pengertian Uslub Ta’ajjub
Uslub ta’ajjub adalah gaya ungkapan yang dimaksudkan untuk menyampaikan suatu ketakjuban, baik tentang seseorang, benda maupun yang lain. Gaya ungkapan ini umumnya disampaikan dengan dua pola; أَفْعِلْ بِهِ ,مَا أَفْعَلَهُ. Cara menerjemah uslub yang demikian adalah dengan kata betapa, oh betapa, alangkah atau kata-kata lain yang menunjukkan kekaguman.
Contoh :
مَا أَجْمَلَ السَّمَاءَ     = Betapa indahnya langit itu.
أَجْمِلْ بِالسَّمَاءِ        = Oh indahnya langit itu.
Perlu diperhatikan secara ekstra oleh pembaca teks Arab tentang kemungkinan salah memahami terhadap gaya kalimat ini. Karena pola pertama sebagaimana contoh di atas sama persis dengan kata tanya, sedangkan pola kedua sama persis dengan kata perintah. Dengan demikian, konteks pembicaraan (siyaqul kalam) sangatlah menentukan pemaknaan pola tersebut, apakah ta’ajjub berpola kata tanya atau ta’ajjub berpola kata perintah. Kesalahan memahami jenis pola ini sangatlah fatal. Sebagai gambaran kesalahan ini, misalnya, jika pola pertama diterjemahkan: “Apa yang membuat indah langit itu? ”. Kesalahan pemahaman tentang pola ini disebut-sebut sebagai legenda yang mendorong lahirnya ilmu nahwu oleh Abu al-Aswad ad-Du’ali sebagaimana saya paparkan pada bab pendahuluan.  
b.      Syarat-syarat  Uslub Taajjub
Syarat-syarat fi’il yang digunakan untuk uslub ta’ajjub sebagai berikut :
1.       Berupa fi’il tsulatsi, yaitu kata kerja yang terdiri dari tiga huruf lalu kiaskan pada pola أَفْعَلَ atau أَفْعِلْ.
Contoh :
جَمُلَ            = indah عَظُمَ                  = agung 
عَذُبَ            = sedap        صَدَقَ          = jujur
كَبُرَ             = besar         كَثُرَ            = banyak
2.       Berupa fi’il tam, yaitu kata kerja yang bukan berupa كَانَ atau kelompoknya, seperti contoh di atas.
3.       Berupa fi’il mutsbat
4.       Berupa fi’il bina’ ma’lum, yaitu kata kerja bentuk aktif, seperti contoh di atas.
5.      Fi’il jamid tidak bisa dibuat uslub ta’ajjub secara mutlak.
Apabila berlawanan dengan ketentuan-ketentuan di atas, berlaku ketentuan lain, yaitu diawali oleh kata kerja yang memenuhi ketentuan di atas dan maknanya bertemali dengan  kata kerja yang tidak memenuhi ketentuan itu. Kemudian kata kerja yang tidak memenuhi ketentuan tersebut diambil bentuk masdarnya, baik yang sharih atau yang muawwal, sebagai berikut :
1.      Kata kerja lebih dari tiga huruf
Contoh :
مَا أَرْوَعَ أَنْ يَنْتَصِرَ أَخِى فِى الْمُسَابَقَةِ = Betapa mengagumkan kemenangan saudaraku dalam perlombaan itu.
2.      Kata kerja naqish.
Contoh :
مَا أَصْعَبَ كَوْنَ الدَّوَاءِ مُرّاً = Betapa sukarnya, obat itu pahit.
3.      Kata kerja manfi.
Contoh :
مَا أَضَرَّ أَلاَّ يَصْدُقَ الْعَامِلُ = Betapa bahayanya ketidakjujuran karyawan itu.
4.      Kata kerja bentuk pasif.
Contoh :
مَا أَجْمَلَ أَنْ يُقَالَ الْحَقُّ = Betapa indahnya perkataan hak itu.
***
5.     Uslub Ikhtishash
Pengertian Uslub Ikhtishash
Uslub ikhtishash adalah memfokuskan maksud suatu ungkapan pembicara pada obyek tertentu. Biasanya menggunakan kata kerja أَخُصُّ/تَخُصُّ/نَخُصُّ yang keberadaannya tersimpan antara kata ganti sebagai pembicara dengan isim zhahir ma’rifah sebagai obyek dari maksud ungkapan itu. Uslub ikhtishash dapat diterjemah dengan khususnya atau yang semakna.
Contoh :
نَحْنُ الطُلاَّبَ نُرِيْدُ النَّجَاحَ فِى الإِخْتِبَارِ = Kami, khususnya  para siswa menginginkan sukses dalam ujian.
نَحْنُ مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ مُطَالَبُوْنَ بِتَطْبِيْقِ التَّعَالِيْمِ الإِسْلاَمِيَّةِ فِى حَيَاتِنَا الْيَوْمِيَّةِ = Kami, khususnya golongan muslim dituntut untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan kita sehari-hari.
Contoh نَحْنُ الطُلاَّبَ نُرِيْدُ النَّجَاحَ فِى الإِخْتِبَارِ andaikan ditulis secara lengkap menjadi نَحْنُ نَخُصُّ الطُلاَّبَ نُرِيْدُ النَّجَاحَ فِى الإِخْتِبَارِ.
Uslub ikhtishash mirip dengan munada dalam bentuk lafalnya, tetapi berbeda dengannya dalam tiga hal :
1.      Tanpa menggunakan kata sebagai media memanggil
2.      Harus diawali oleh kata ganti orang pertama (dhamir mutakallim) atau orang kedua (dhamir mukhatab).
3.   Berupa isim ma’rifah (selain isim isyarah/kata tunjuk), biasanya berupa lafal أَيُّهَا / أَيَّتُهَا yang dikombinasikan dengan kata yang berawalan ال.
Contoh :
أَنْتَ أَيُّهَا التِّلْمِيْذُ مُطَالَبٌ بِطَاعَةِ أُسْتَاذِكَ = Engkau, khususnya siswa dituntut mentaati gurumu.
Ada juga berupa kata yang berawalan ال tanpa diawali lafal أَيُّهَا / أَيَّتُهَا, juga berupa kata yang mudhaf pada kata berawalan ال. Masing-masing contohnya telah disebutkan di muka.
***
6.     Uslub Ighra’ dan Tahdzir
a.      Pengertian Uslub Ighra’ dan Tahdzir
Uslub ighra’ adalah ungkapan yang menganjurkan orang kedua agar melakukan perbuatan-perbuatan terpuji. Sedang kan uslub tahdzir adalah ungkapan sebagai peringatan kepada orang kedua untuk menjauhi perbuatan tercela.
Cara mengidentifikasi gaya ungkapan ini dengan melihat bahwa suatu kalimat hanya terdiri dari satu kata atau dua kata yang sejajar dan kesemuanya dibaca manshub. Cara menerjemahkan pola ini dengan menggunakan kata-kata yang bermakna menganjurkan atau memperingati, misalnya, …lah, sebaiknya, seyogyanya, janganlah, dan sebagainya.
Contoh :
اَلْعَدْلَ      = Berbuat adillah.
اَلصِّدْقَ    = Jujurlah.
اَلْكَذِبَ     = Janganlah berdusta.
اَلصِّدْقَ وَالإِخْلاَصَ             = Seyogyanya anda jujur dan ikhlas.
اَلنِّفَاقَ وَالْخِيَانَةَ       = Jauhilah sifat munafik dan khianat.
Ungkapan-ungkapan seperti di atas sekalipun tampatnya memang terdiri dari satu kata atau dua kata sejajar, namun sebenarnya merupakan sebuah kalimat lengkap, setidaknya dilihat dari aspek pesan yang dikandungnya. Diharapkan kepada pembaca bahasa Arab untuk tidak salah memahami pada pola ini. Sebagai gambaran, misalnya pembaca bahasa Arab salah memahami kalimat pertama dan kalimat keempat pada contoh di atas, sehingga kalimat pertama dimaksudkan dengan keadilan, dan kalimat keempat dimaksudkan dengan kejujuran dan keikhlasan. Dengan demikian, untuk memahami teks bahasa Arab secara obyektif, diperlukan pemahaman terhadap konteks pembicaraannya secara jeli.
Kemanshuban kata-kata di atas disebabkan oleh kata kerja perintah (fi’il amar) tersimpan yang sesuai dengan kata-kata itu. Oleh karenanya, pada dasarnya contoh-contoh di atas merupakan kalimat lengkap.
Contoh :
اَلصِّدْقَ    = jujurlah, lengkapnya إِلْزَمْ اَلصِّدْقَ = selalu jujurlah engkau.
b.      Ragam Bentuk Penggunaan Uslub Ighra’ dan Tahdzir
Cara menggunakan kata yang dijadikan anjuran (maghra bih) kepada orang kedua untuk melakukan hal terpuji, dan kata yang dijadikan peringatan (muhadzdzar bih) untuk menjauhi hal tercela ada beberapa macam :
1.      Menyebutkan sepatah kata.
Contoh :
اَلْعَدْلَ            = Berbuat adillah.
اَلصِّدْقَ         = jujurlah.
2.      Menggunakan kata ulang untuk memperkokoh maksud perkataan.
Contoh :
اَلأَمَانَةَ اَلأَمَانَةَ              = Amanahlah, amanahlah
اَلْكَذِبَ اَلْكَذِبَ = Janganlah berdusta, janganlah berdusta
3.      Menggunakan dua kata dengan dua maksud.
Contoh :
اَلصِّدْقَ وَالإِخْلاَصَ       = Seyogyanya anda jujur dan ikhlas.
اَلنِّفَاقَ وَالْخِيَانَةَ            = Jauhilah sifat munafik dan khianat.
Khusus untuk uslub tahdzir memiliki tiga bentuk :
1.      Menyebutkan muhadzdzar bih yang diawali kata إِيَّاكَ tanpa huruf athaf.
Contoh :
إِيَّاكَ التَّهَاوُنَ = Jauhilah penghinaan
2.      Menyebutkan muhadzdzar bih yang diawali kata إِيَّاكَ dan menggunakan huruf athaf.
Contoh :
إِيَّاكَ وَ التَّهَاوُنَ = Jauhilah penghinaan
3.      Menyebutkan muhadzdzar bih yang diawali kata إِيَّاكَ dan setelahnya menggunakan huruf jar مِنْ.
Contoh :
إِيَّاكَ مِنَ التَّهَاوُنِ = Jauhilah dari penghinaan.
***
7.     Uslub Istighatsah
Pengertian Uslub Istighatsah
Uslub istighatsah adalah ungkapan yang dimaksudkan menyeru kepada orang yang dianggap mampu untuk membantu atau memberikan pertolongan melepaskan beban atau kesengsaraan dan sejenisnya. Sedangkan kata seru (huruf nida’) pada pola ini tertentu menggunakan kata يَا.
Contoh :
يَا لَعَمِّ إِقْبَالٍ لِفَخْرِى = Wahai paman Iqbal, tolonglah Fakhri.
يَا لَأُسْتَاذٍ لِأَوْلاَدِىْ فِى فَهْمِ الْقُرْآنِ = Wahai guru, bantulah anakku dalam memahami Al-Qur’an.
Dari contoh يَا لَعَمِّ إِقْبَالٍ لِفَخْرِى tersebut dapat dirinci; يَا sebagai media untuk menyeru, عَمِّ إِقْبَالٍ  sebagai sasaran dari seruan tersebut yang berawalan لَ . Secara tersirat pola ungkapan ini mengandung makna, bantulah, tolonglah atau yang semakna dengannya setelah يَا لَعَمِّ إِقْبَالٍ = Wahai paman Iqbal, “tolonglah”. Sedangkan فَخْرِى diawali لِ merupakan sasaran maksud permintaan orang pertama kepada orang kedua berupa pertolongan atau sejenisnya. Lengkapnya,  Wahai paman Iqbal, tolonglah Fakhri. 
***
8.     Uslub Istifham
a.      Pengertian Uslub Istifham
Uslub istifham adalah ungkapan untuk menanyakan sesuatu kepada orang kedua dengan diawali kata tanya sesuai dengan pertanyaan yang dimaksud.
Contoh :
مَتَى الْإِمْتِحَانُ ؟      = Kapan ujian?
أَيْنَ بَيْتُكَ ؟           = Di mana rumahmu?
b.      Macam-macam Kata Tanya
Kata tanya secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian :
1.       Harful istifham
Harful istifham memiliki dua bagian; هَلْ dan hamzah ( أَ ). Adapun fungsinya sebagai berikut :
a.    هَلْ = apakah/adakah, berfungsi untuk menanyakan suatu aktifitas, apakah aktifitas itu dilakukan atau tidak. Jika dilakukan maka jawabannya نَعَمْ = iya. Dan apabila suatu aktifitas itu tidak dikerjakan maka jawabannya لاَ = tidak.
Contoh :
هَلْ قَرأْتَ هذَاالْكِتَابَ ؟ = Apakah engkau membaca buku ini?
Jawabannya :
نَعَمْ قَرأْتُ هذَاالْكِتَابَ  (+) = Iya, saya membaca buku ini.
لاَ مَا قَرأْتُ هذَا الْكِتَابَ  (-) = Tidak, saya tidak membaca buku ini.
b.      Hamzah ( أَ ) = apakah/adakah, memiliki tiga fungsi :
1.      Untuk memperjelas salah satu diantara dua orang atau benda yang ditanyakan.
Contoh :
أَرَأَيْتَ مُحَمَّداً أَوْ عَلِيّاً ؟ = Apakah engkau melihat Muhammad atau Ali?
Jawabannya :
رَأَيْتُ مُحَمَّداً = Saya melihat Muhammad, atau
رَأَيْتُ عَلِيّاً = Saya melihat Ali.
2.      Untuk menanyakan suatu aktifitas, apakah aktifitas itu dilakukan atau tidak. Jika dilakukan maka jawabannya نَعَمْ = iya. Dan apabila suatu aktifitas itu tidak dikerjakan maka jawabannya لاَ = tidak, sama halnya dangan هَلْ.
Contoh :
أَ قَرَأْتَ هذَاالْكِتَابَ ؟ = Apakah engkau membaca buku ini?
Jawabannya :
نَعَمْ قَرأْتُ هذَاالْكِتَابَ  (+) = Iya, saya membaca buku ini.
لاَ مَا قَرأْتُ هذَا الْكِتَابَ  (-) = Tidak, saya tidak membaca buku ini.
3.   Untuk kalimat negatif, jika aktifitas itu dilakukan, jawabannya menggunakan بَلَى = iya, dan jika aktifitas itu tidak dilakukan menggunakan jawaban نَعَمْ = iya.
Contoh :
أَلَمْ تََقْرَأْ هذَاالْكِتَابَ ؟ = Apakah engkau belum membaca buku ini?
Jawabannya :
بَلَى  أَقْرَأُ هذَاالْكِتَابَ  (+) = Iya, saya membaca buku ini.
أَقْرَأْ هذَاالْكِتَابَ (-) نَعَمْ لَمْ= Iya, saya belum membaca buku ini.
2.      Asma’ istifham
Asma’ istifham adalah kata-kata tanya yang digunakan menanyakan satu obyek tertentu untuk mendapatkan kejelasan apa yang dimaksud. Macam-macamnya sebagai berikut :
1.       مَنْ= siapa,  berfungsi untuk menanyakan seseorang.
Contoh :
مَنْ وَضَعَ الْكِتَابَ ؟ = Siapa yang meletakkan buku itu?
2.      مَا = apa, berfungsi untuk menanyakan benda (selain orang).
Contoh :
مَاهِىَ الْقَصَصُ الَّتِى قَرَأْتَهَا ؟ = Cerita-cerita apa yang telah kau baca?
3.      مَتَى = kapan, berfungsi untuk menanyakan waktu.
Contoh :
مَتَى حَضَرْتَ ؟ = Kapan engkau hadir?
4.      أَيْنَ = di mana, berfungsi untuk menanyakan tempat.
Contoh :
أَيْنَ سَكَنْتَ ؟ = Di mana engkau berdomisili?
5.      كَمْ = berapa, berfungsi untuk menanyakan hitungan.
Contoh :
كَمْ كِتَاباً قَرَأْ تَ ؟ = Berapa buku yang telah engkau baca?
6.      كَيْفَ = bagaimana, berfungsi untuk menanyakan keadaan.
Contoh :
  كَيْفَ حَالُكَ ؟= Bagaimana keadaanmu?
***
9.     Uslub Nudbah
Pengertian Uslub Nudbah
Uslub nudbah adalah ungkapan yang digunakan untuk meratapi orang yang disesali yang menanggung duka cita, atau mengeluhkan sesuatu yang dirasakan sakit.  
Cara mengidentifikasi ungkapan ini dapat dilihat cirinya, yaitu kata benda berawalan وَا atau يَا yang terjemahannya dapat diwakili oleh aduh, duh kasihan, aduhai atau yang semakna.
Ada tiga cara yang dapat digunakan dalam ungkapan ini, yaitu :
1.      Memberi awalan وَا atau يَا pada kata benda.
Contoh :
وَا حُسَيْنُ       = Duh kasihan Husain
يَا حَرَّ قَلْبٍ      = Aduh panas hati
2.      Memberi awalan وَا atau يَا dan memberi akhiran ا (alif) pada kata benda.
Contoh :
وَا حُسَيْنَا       = Duh kasihan Husain
يَا حَرَّ قَلْبَا      = Aduh panas hati
3.      Memberi awalan وَا atau يَا dan memberi akhiran ا (alif) dan ه saktah pada kata benda apabila akan diwaqafkan.
Contoh :
وَا حُسَيْنَاهْ, قَتَلَكَ أَعْدَائُكَ غِيْلَةً = Duh kasihan Husain, engkau telah diculik oleh musuh-musuhmu.
يَا مُوْسَاهْ لَقَدْ ظَلَمَكَ أَصْحَابُكَ = Aduh Musa, teman-temanmu sungguh telah menzalimimu.
***
10.  Uslub Isim Tafdhil
Pengertian Isim Tafdhil
Isim tafdhil adalah perbandingan antara dua benda yang memiliki satu sifat yang sama, namun sifat salah satu diantara keduanya melebihi yang lainnya. Umumnya pola ini disampaikan dengan menggunakan kata yang berwazan أَفْعَلُ.
Contoh :
خَلِيْلٌ أَعْلَمُ مِنْ سَعِيْدٍ             = Khalil lebih alim ketimbang Said.
خَلِيْلٌ أَجْهَلُ مِنْ سَعِيْدٍ            = Khalil lebih bodoh ketimbang Said.
Kadang ada pula arti isim tafdhil dengan membandingkan dua benda yang memiliki sifat berlainan, di mana salah satu dari dua benda tersebut dalam segi sifatnya melebihi yang satunya.
Contoh :
اَلصَّيْفُ أَحَرُّ مِنَ الشِّتَاءِ = Musim kemarau lebih panas dari pada musim hujan.
Maksudnya musim kemarau dalam segi panasnya melebihi musim hujan dalam segi dinginnya.
Contoh :
اَلْعَسَلُ أَحْلَى مِنَ الْخَلِّ = Madu lebih manis ketimbang cuka.
Maksudnya madu dalam manisnya melebihi cuka dalam kecutnya.
***
11.  Uslub Du’aiyyah
Pengertian Uslub Du’aiyyah
Uslub du’aiyyah adalah ungkapan yang dimaksudkan sebagai doa (permohonan). Pola  ungkapan ini berupa jumlah fi’liyyah (fi’il-fa’il) atau jumlah ismiyyah (mubtada’-khabar) sebagaimana biasa. Tetapi karena ungkapan ini dimaksudkan sebagai doa maka dapat menunjukkan arti semoga, mudah-mudahan atau yang semakna dengannya secara tersirat. Sehingga pola ini disebut jumlah duaiyyah (kalimat doa).
Contoh :
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ = Semoga Allah memberikan rahmat dan salam atasnya.
رَضِىَ اللهُ عَنْهُ       = Mudah-mudahan Allah meridhainya.
حَفِظَهُمُ اللهُ            = Semoga Allah memelihara mereka.
عَلَيْهِ السَّلاَمُ          = Semoga keselamatan tercurahkan kepadanya.
وَاللهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيْقِ = Semoga Allah memberi petunjuk pada jalan yang lurus.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ = Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurahkan kepadamu.
Wallah a’lam.
***

Sumenep, 28 November 2014


Tulisan ini juga bisa dibuka di: http://bahasa.kompasiana.com/2014/11/28/gaya-gaya-kalimat-morfologis-al-asalib-al-nahwiyyah-693960.html









Tidak ada komentar:

Posting Komentar