M. Khaliq Shalha
Nabi
bersabda,
“Barang siapa
memberi makan saudaranya seagama dengan makanan yang disenangi, maka Allah akan
mengharamkannya api neraka.” (HR. Baihaqi).
Nilai
kemanusiaan dalam berbagai aspeknya begitu dijunjung oleh agama, sebanding
dengan nilai ketuhanan. Perintah melaksanakan ibadah mahdhah selalu
dipersandingkan mesra dengan perintah melaksanakan ibadah ghairu mahdhah.
Misal, pada awal-awal ayat al-Baqarah, perintah melaksanakan shalat
dipersandingkan dengan perintah menunaikan zakat.
Kepeduliaan
sosial sebagai gambaran dari kualitas iman seseorang. Dalam banyak hal,
motivasi agama begitu menggugah seseorang untuk selalu berbagi. Sebagaimana
dalam hadits di atas, anjuran untuk berbagi makanan pada sesama dengan janji
eskatologis yang menggiurkan setiap orang beriman, yaitu terbebas dari api
neraka.
Menjunjung
nilai kemanusiaan yang luhur tentu dengan cara yang luhur. Pemberi tidak serta
merta memposisikan orang yang diberi sebagai obyek penderita. Ada etika yang
harus diperhatikan. Berbagi makanan pada sesama, hendaknya makanan itu disukai
oleh penerima, paling tidak makanan tersebut masih layak makan.
Penerima
tidak sama halnya dengan tempat sampah untuk menampung makanan basi. Dalam
surat Ali ‘Imran [3]: 92 dikatakan, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai.”
Setiap
manusia akan bisa berbagi dengan sesama sesuai kemampuannya. Niat baik untuk
memuliakan nilai kemanusiaan dengan apa yang diberikan, menjadi layak meraih
keberuntungan hidup, baik jangka pendek, di dunia ini atau jangka panjang, di
akhirat kelak.
Wallah
a’lam.
***
Tulisan ini bisa dikunjungi pula di https://www.harakatuna.com/nilai-spiritual-di-balik-berbagi-dengan-sesama.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar