Jumat, 03 Agustus 2018

UJIAN KEZUHUDAN


M. Khaliq Shalha


Dunia dengan semua ragamnya cukup menggoda manusia. Bisa membuat mata dan hati menjadi buta. Maka, sangat tepat jika banyak ayat dan hadits memberikan peringatan kepada manusia untuk tidak terlena dengannya hingga lupa diri.

Walau demikian, tak mudah begitu saja manusia tersadarkan dari keterhanyutannya pada dunia. Menurut agama, dunia tak seberapa nilainya ketimbang kehidupan akhirat. Dunia adalah panggung permainan dan senda gurai saja. Agama menggiring manusia untuk zuhud.

Apa itu zuhud? Zuhud bukanlah sifat dan sikap anti dunia. Bukan pula berbetah-betah dengan kondisi hidup miskin. Zuhud adalah kondisi batin yang memalingkan cinta pada yang hina kepada yang mulia. Maksudnya, mengkonversi cinta dunia ke cinta akhirat.

Seseorang dapat merasakan zuhud jika ia memiliki harta dunia. Semakin kaya seseorang secara materi, semakin teruji kualitas kezuhudannya. Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ ‘Ulumiddin mensyaratkan bahwa orang akan memiliki sifat zuhud apabila ia memiliki harta dunia. Mustahil orang hidup di bawah garis kemiskinan dibilang punya sifat zuhud.

Suatu ketika Ibn al-Mubarak dipanggil oleh seseorang dengan panggilan “Ya zahid (Hai orang zuhud).” Beliau menjawab, “Orang yang layak dipanggil zahid adalah Umar ibn Abd Aziz, dia bergelimang dunia, Tapi dia cuek padanya, sementara saya, apa yang layak saya zuhudkan?!”

Abu Sulaiman ad-Darani mengatakan–sebagaimana dikutip oleh al-Baihaqi dalam Kitab az-Zuhd al-Kabir–bahwa seorang zuhud sejati adalah dia tidak mencela dunia, tidak memujinya, tidak memandangnya, tidak gembira apabila ia datang dan tidak sedih apabila ia pergi. Saya berasumsi, bagi orang yang punya iman kokoh, makin kaya ia, akan menjadikan dirinya makin zuhud. Apa yang ia miliki, makin bisa menebar manfaat untuk dirinya dan orang lain. Wallah a’lam.
***
Tulisan ini bisa dikunjungi pula di https://www.harakatuna.com/ujian-kezuhudan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar