M. Khaliq Shalha*)
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”(Qs. Ali Imran [3]: 14).
Fakhruddin
ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib, menyitir dua riwayat terkait dengan ayat di atas. Pertama, Abu
Harits bin Alqamah al-Nashrani curhat pada saudaranya tentang sifat jujur Nabi
Muhammad SAW. Abu Haris khawatir Kerajaan Romawi akan ditumbangkan, harta dan
tahtanya akan diambil.
Kedua, pasca perang Badar, Nabi mengajak orang Yahudi untuk masuk Islam.
Mereka menunjukkan kekuatan dan kehebatan diri. Mereka pamer harta dan pedang.
Lalu Allah menjelaskan dalam ayat tersebut bahwa semua perkara dunia bersifat
kesementaraan, sedangkan akhirat lebih baik dan kekal.
Dari
riwayat pertama, ternyata kejujuran seorang tokoh bisa membuat khawatir lawan
politiknya. Jujur tergolong modal SDM yang sangat signifikan. Di antara rahasia
sukses di balik dakwah Nabi SAW adalah jujur. Dikagumi kawan dan
disegani lawan.
Sifat
jujur bagi pelaku organisasi sangat menentukan sehatnya manajemen. Sebaliknya,
krisis kejujuran akan menimbulkan krisis kepercayaan dan akhirnya melahirkan
krisis multidimensi. []
__________
*) Penulis adalah alumni Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya 2011,
Guru dan Kepala Madrasah MTs Al-Wathan Sumenep.
Tulisan ini bisa dikunjungi juga di https://www.harakatuna.com/kekuatan-jujur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar