M. Khaliq Shalha
A. Pengertian Qawaid
Fiqhiyah
Kiadah fiqih merupakan istilah yang digunakan
ulama fiqih untuk pengembangan cakupan suatu hukum. Ada beberapa definisi
kaidah fiqih yang dikemukakan para ulama. Tajuddin As-Subki, seorang ulama dari
mazhab Syafii mengatakan, kaidah fiqih adalah suatu acuan umum yang dapat
diterapkan untuk mengetahui hukum dari kebanyakan persoalan parsial. Sa’aduddin
Mas’ud bin Umar At-Taftazani mengatakan, kaidah fiqih adalah ketentuan umum
yang dapat diterapkan untuk mengetahui hukum persoalan-persoalan parsial.
Perbedaan definisi tersebut terletak pada cakupannya. Menurut As-Subki, tidak semua persoalan parsial dicakup oleh kaidah itu. Karena itu, dalam definisinya ia menyebutkan “kebanyakan persoalan parsial”. Definisinya ini banyak diikuti oleh para ahli fiqih. Adapun definisi At-Taftazani tidak membatasi persoalan parsial yang dapat dicakup oleh kaidah fiqih. Nama lain dari qawaid fiqhiyah adalah al-asybahah wan nazhair, yang artinya kemiripan dan kesejajaran. Kaidah fiqih merupakan ketentuan yang bisa dipakai untuk mengetahui hukum tentang kasus-kasus yang tidak ada aturan pastinya di dalam Al-Qur’an, Sunnah maupun ijmak sehingga lahirlah fiqih baru. Prosedur untuk mendapatkan fiqih baru ini disebut dengan ilhaq, yaitu semacam proses kias yang contohnya tidak didapatkan dari sumber wahyu, melainkan dari fiqih yang sudah jadi.
Perbedaan definisi tersebut terletak pada cakupannya. Menurut As-Subki, tidak semua persoalan parsial dicakup oleh kaidah itu. Karena itu, dalam definisinya ia menyebutkan “kebanyakan persoalan parsial”. Definisinya ini banyak diikuti oleh para ahli fiqih. Adapun definisi At-Taftazani tidak membatasi persoalan parsial yang dapat dicakup oleh kaidah fiqih. Nama lain dari qawaid fiqhiyah adalah al-asybahah wan nazhair, yang artinya kemiripan dan kesejajaran. Kaidah fiqih merupakan ketentuan yang bisa dipakai untuk mengetahui hukum tentang kasus-kasus yang tidak ada aturan pastinya di dalam Al-Qur’an, Sunnah maupun ijmak sehingga lahirlah fiqih baru. Prosedur untuk mendapatkan fiqih baru ini disebut dengan ilhaq, yaitu semacam proses kias yang contohnya tidak didapatkan dari sumber wahyu, melainkan dari fiqih yang sudah jadi.
B. Sejarah Munculnya Qawaid
Fiqhiyah
Kaidah fiqih yang disusun oleh para ahli fiqih
tidak muncul sekaligus, sebagaimana sebuah undang-undang disusun, melainkan
secara bertahap melalui proses dan pemahaman terhadap hukum yang dikandung oleh
teks suci. Kaidah fiqih yang paling awal ditemukan dalam tulisan dan ungkapan
para ulama fiqih abad ke-2 hijriyah. Namun, tidak dapat diketahui siapa
penyusun pertama kaidah fiqih itu. Adapun kaidah fiqih sebagai salah satu ilmu
tersendiri baru muncul abad ke-4 hijriyah yang tersebar dalam mazhab fiqih.
Mazhab yang paling awal mengetrapkan kaidah fiqih adalah mazhab Hanafi.
Imam Abu Tahir Ad-Dibas, tokoh mazhab Hanafi yang hidup pada akhir abad ke-3
sampai awal abad ke-4 hijriyah, telah mengumpulkan kaidah dasar dalam mazhab
Hanafi. Dengan demikian, kajian fiqih secara sistematis mendahului munculnya
kaidah fiqih sebagai ilmu.
C. Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dan Qawaid Ushuliyah
Perbedaan kaidah fiqih dan kaidah ushul perlu
dijabarkan untuk mengetahui peranannya masing-masing dari berbagai aspeknya.
Perbedaan di antara keduanya dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:
1.
Aspek materi
Perbedaan dari aspek materi, kaidah ushul terdiri
dari tiga perkara; pertama, ilmu kalam, kedua, bahasa Arab, dan ketiga,
gambaran hukum syarak. Sedangkan kaidah fiqih terdiri dari tiga perkara juga; pertama,
dalil syar’i, kedua, tujuan umum syariat, dan ketiga, hukum furu’
yang memiliki kemiripan.
2.
Aspek keterikatan
Perbedaan dari aspek keterikatan, kaidah ushul
terikat dengan dalil tasyri’ (perundang-undangan). Sedangkan kaidah
fiqih terikat dengan perbuatan-perbuatan mukalaf.
3.
Aspek penggunaan
Perbedaan dari aspek penggunaan, kaidah ushul
digunakan dalam hal penetapan hukum syarak, penetapan dalil hukum syarak dan
penetapan cara menggali hukum dari dalil syarak. Sedangkan kaidah fiqih digunakan sebagai acuan
umum berbagai permasalahan yang dibahas dalam fiqih dalam satu payung hukum.
4.
Aspek kegunaan
Perbedaan dari aspek kegunaan, kaidah ushul secara
khusu berguna bagi mujtahid yang dapat digunakan ketika menggali hukum syarak
dari dalilnya. Sedangkan kaidah fiqih berguna bagi mujtahid, hakim, mufti dan
guru, karena kaidah umum untuk berbagai kasus hukum (furu’) secara mudah
dapat dikembalikan pada kaidah fiqih tersebut.
5.
Aspek keterdahuluan
Perbedaan dari aspek keterdahuluan, kaidah ushul
lebih dahulu muncul sebagai sumber dalam mendasarkan hukum dan penggaliannya.
Sedangkan kaidah fiqih lebih akhir kemunculannya sebagai persetujuan terhadap
hukum yang ditetapkan dan sebagai pengikat bagi persoalan-persoalan yang
berbeda-beda.
6.
Aspek ketergantungan di antara keduanya
Perbedaan dari aspek ketergantungan di antara
keduanya, kaidah ushul tidak tergantung dengan kaidah fiqih, sedangkan kaidah
fiqih tergantung pada kaidah ushul.
D. Pentingnya Qawaid
Fiqhiyah dan Kegunaannya
Kaidah fiqih memiliki arti penting dan posisi yang
tinggi dalam hukum Islam. Di antara kegunaannya sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman berbagai
kasus hukum, mempermudah mengetahui hukum dari suatu kasus dan mudah
mengingatnya.
2. Mengetahui kaidah fiqih
menjadikan orang yang mengkajinya mengetahui rahasia syariat, konsep hukum dan
sumber pengambilan berbagai permasalahan hukum.
3. Memahami kaidah fiqih dapat
menentukan pemahaman berbagai persoalan sekaligus dapat mendatangkan hukumnya.
4. Mengembangkan penguasaan
terhadap fiqih, karena dengan kaidah fiqih seseorang akan mampu mengkiaskan (ilhaq)
persoalan-persoalan dalam ruang lingkup tertentu.
5. Mengkaji kasus hukum
tertentu tanpa kaidah bisa menyebabkan kehilangan konsep, namun apabila
mengkaji dengan kaidah akan bisa kaya konsep.
6. Dapat menjangkau tujuan umum
syariat. Dengan mengetahui kaidah umum seseorang dapat mengetahui tujuan umum
syariat, misalnya “adh-dharuratu tubihul mahzhurat (kemudaratan
membolehkan susuatu yang dilarang)”. Dari kaidah tersebut dapat dipahami bahwa
menghilangkan kesulitan dan mengdatangkan kemudahan bagi hamba salah satu dari
tujuan syariat.
*****
Sumenep, 19 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar