Rabu, 17 September 2014

TEORI PERUBAHAN SOSIAL



Oleh M. Khaliq Shalha


A.    PENDAHULUAN

Menurut Talcott Parsons dan Willbert E. Moore, teori tentang masyarakat dan perubahan sosial tidak dapat dipisahkan. Namun juga harus diakui bahwa tidak ada satu teori perubahan sosial yang benar-benar mencukupi untuk membaca perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat termasuk apa yang selama ini sering diuangkapkan, yakni apa yang disebut “grand theory”. Kata Etzioni, “grand theories” tidak memberikan bimbingan yang mencukupi untuk riset sosiologi tetapi tidak ada perubahan sosial yang modern telah menggantikannya.[1]

Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika sebuah teori masyarakat yang lengkap dikembangkan, maka upaya itu tentang kajian “struktur-struktur yang statis” dan “proses yang dinamis”. Tetapi riset untuk sebuah teori semacam ini harus bergerak ke berbagai sektor.[2]
 
Berbicara tentang konsep perubahan sosial maupun perubahan budaya, pada umumnya dua konsep tersebut dibedakan, yaitu masing-masing perubahan dikaitkan dengan aspek yang berbeda, yang satu berkaitan dengan bidang budaya yang berubah dan yang satunya dengan bidang sosial.

Pada dasarnya perubahan sosial dan perubahan budaya merupakan konsep yang sebenarnya saling berkaitan satu sama lain meskipun mempunyai perbedaan. Perubahan sosial mencakup perubahan dalam segi struktur dan hubungan sosial, sedangkan perubahan budaya mencakup perubahan dalam segi budaya masyarakat.[3]

Perubahan dalam distribusi kelompok usia, tingkat pendidikan, hubungan sosial antar etnis yang bermukim dalam satu wilayah, peran perempuan dalam organisasi politik dan lain-lain adalah contoh dari perubahan sosial. Sedangkan perubahan budaya meliputi penemuan teknologi komputer dan penciptaan seni tari modern dan lain-lain. Tetapi kedua konsep perubahan tersebut saling berkitan, misalnya perubahan peran perempuan dalam masyarakat berkaitan dengan adanya perubahan nilai kedudukan perempuan. Jadi fenomena suatu perubahan di dalamnya akan mencakup aspek sosial dan budaya sehingga perbedaan istilah di antara keduanya sering kali tidak terlalu diperhatikan.

Dalam tulisan sederhana ini penulis akan mendeskripsikan tentang pengertian perubahan sosial, teori perubahan sosial, sumber perubahan sosial, faktor yang mempengaruhi perubahasan sosial, dan bentuk perubahan sosial sebagai langkah awal untuk mengenal teori penelitian.

B.     PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL

Perubahan sosial mengacu pada adanya pergantian dalam hubungan sosial dan ide-ide kultural, sehingga dalam hal ini konsep sosial dan budaya menjadi konsep yang saling berkitan dalam terjadinya suatu perubahan.

Perubahan dalam ide dan nilai secara singkat akan mengarah pada terjadinya perubahan dalam hubungan sosial, dan sebaliknya perubahan dalam pola hubungan sosial akan menuju pada adanya perubahan nilai dan norma. Secara teori ada banyak ahli yang memberikan sumbangannya dalam menjelaskan tentang pengertian perubahan sosial, antara lain oleh William F. Ogburn, Kingsley Davis, Gilin, Samuel Koenig serta Selo Soemarjan.[4]

Ogburn tidak memberikan definisi secara jelas tentang perubahan sosial, tetapi beliau lebih menjelaskan tentang bagaimana ruang lingkup dari perubahan sosial yang di dalamnya meliputi unsur-unsur budaya. Dalam hal ini Ogburn menekankan bahwa kebudayaan material mempunyai pengaruh besar terhadap kebudayaan immaterial sehingga terjadilah perubahan sosial.

Berikutnya Kingsley Davis yang secara lebih jauh menyatakan bahwa perubahan sosial merupakan suatu perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Penjelasan dari Davis ini dapat kita pahami dari ilustrasi tentang organisasi pekerja, di mana adanya organisasi serikat pekerja dalam dunia industri akan membuat suatu perbedaan dalam hubungan majikan atau pemilik industri dengan pekerjanya, sehingga pekerja pun mempunyai peran dalam dunia ekonomi di mana mereka adalah bagian dari sistem yang ikut menentukan jalannya suatu organisasi ekonomi.

Selanjutnya, penjelasan dari Gilin yang mengemukakan bahwa perubahan sosial merupakan suatu variasi atau sesuatu yang lain yang timbul dari cara-cara hidup yang telah diterima. Di mana sesuatu yang baru tersebut dapat disebabkan perubahan dalam kondisi geografis maupun komposisi penduduk. Perubahan sosial dapat pula mempunyai pengertian sebagai adanya faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh Samuel Koenig. Hal tersebut berarti bahwa perubahan sosial merujuk pada adanya modifikasi-modifikasi dari faktor eksternal atau internal dalam pola-pola kehidupan manusia.

Sedangkan tokoh sosiologi dari Indonesia, yaitu Selo Soemarjan menyatakan bahwa perubahan sosial mencakup semua aspek perubahan dalam lembaga suatu masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosial termasuk nilai, sikap dan pola perilaku kelompok dalam masyarakat tersebut. Ia menekankan bahwa perubahan sosial terjadi pada lembaga masyarakat sehingga mempengaruhi struktur masyarakat yang bersangkutan.

C.    TEORI PERUBAHAN SOSIAL

Ada beberapa teori perubahan sosial yang dikeluarkan oleh berbagai ahli sosiologi. Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa teori yaitu teori siklik, teori evolusioner, teori  non  evolusioner,  teori  fungsional  dan teori konflik, serta teori-teori yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam melihat perubahan sosial di negara-negara di dunia III .[5]

1.      Teori Siklus

Ada ungkapan bahwa hidup manusia bagaikan sebuah roda yang berputar, kadang manusia ada di atas dalam arti hidupnya makmur tetapi juga kadang di bawah dalam arti hidupnya tidak beruntung. Seperti itulah sebenarnya pola pikir dari teori siklus tersebut.

Penekanan dari teori siklus ini adalah bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan tidak berakhir melainkan suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran dan kemajuan, keteraturan dan kekacauan. Artinya proses peralihan masyarakat bukanlah berakhir pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan berikutnya.

Arnold Toynbee melihat bahwa peradaban muncul dari masyarakat primitif melalui suatu proses perlawanan dan respons masyarakat terhadap kondisi yang merugikan mereka. Peradaban meliputi kelahiran, pertumbuhan, kemandegan dan disintegrasi karena pertempuran antara kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan. Secara jelas Pitirim Sorokin ahli sosiologi dari Rusia yang menjelaskan bahwa perubahan yang menyebabkan masyarakat bergerak naik turun terjadi dalam tiga siklus kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu :
a.    Kebudayaan ideasional (ideasional culture) yang menekankan pada perasaan atau emosi dan kepercayaan terhadap unsur supernatural.
b.    Kebudayaan idealistis (idealistic culture) yang merupakan tahap pertengahan yang menekankan pada rasionalitas dan logika dalam menciptakan masyarakat ideal.
c.    Kebudayaan sensasi (sensate culture) dimana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.

2.      Teori Evolusioner

Para ahli teori ini cenderung melihat bahwa perubahan sosial yang terjadi merupakan suatu proses yang linear, artinya semua masyarakat berkembang melalui urutan perkembangan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal sampai tahap akhir. Tatkala tahap akhir telah tercapai maka pada saat itu perubahan secara evolusioner telah berakhir. Tokoh dari teori ini antara lain adalah Auguste Comte, seorang sarjana Perancis, yang melihat bahwa masyarakat bergerak dalam tiga tahap perkembangan yaitu:
a.    Tahap teologis (theological stage) dimana masyarakat diarahkan oleh nilai-nilai supernatural.
b.    Tahap metafisik (methaphysical stage) merupakan tahap peralihan dari kepercayaan terhadap unsur supernatural menuju prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya.
c.    Tahap positif atau ilmiah (positive stage) dimana masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsp ilmu pengetahuan.

Tokoh lain yang perlu juga dipelajari adalah Emile Durkheim, yang lebih melihat bahwa perubahan sosial terjadi karena masyarakat beralih dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik. Solidaritas mekanik ditandai oleh masyarakat yang anggotanya sedikit sehingga hubungan sosial yang terjadi cenderung bersifat informal di mana setiap orang akan saling mengenal serta mempunyai karakteristik sosial yang bersifat homogen seperti pekerjaan. Sedangkan masyarakat dengan solidaritas organik ditandai oleh masyarakat yang berskala besar dalam jumlah penduduknya, hubungan satu sama lain cenderung bersifat formal yang cenderung didasarkan pada fungsi sosial masing-masing individu.

3.      Teori Nonevolusioner

Teori nonevolusioner yang sebenarnya teori ini masih juga menganut ide pokok dari teori evolusi tetapi beberapa ahli membuat perbaikan atas ide-ide teori evolusioner yang cenderung dalam menganalisis perubahan sosial menekankan pada pendekatan unilinear dan teori evolusioner tidak terbukti karena tidak sesuai dengan kenyataan. Teori ini lebih melihat bahwa masyarakat bergerak dari tahap evolusi tetapi proses tersebut dilihat secara multilinear artinya bahwa perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Meskipun ada kesamaan dengan teori yang sebelumnya tetapi tidak semua masyarakat berubah dalam arah dan kecepatan yang sama. Tokoh teori ini antara lain adalah Gerhard Lenski, yang menyatakan bahwa masyarakat bergerak dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti berburu, bercocok tanam, bertani dan masyarakat industri berdasarkan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam mempelajari konsep dari Lensky maka perlu juga mempelajari konsep kunci dalam pernyataan Lenski yaitu adanya continuity, inovation dan extinction.

Ketiga elemen tersebut mengarah pada adanya keberagaman dan kemajuan di mana masyarakat menjadi semakin beragam selagi proses differensiasi terjadi dan kemajuan terjadi tidak hanya karena kondisi hidup yang semakin membaik tetapi juga pada perkembangan teknologi. Ketiga elemen tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:
a.       Keberlanjutan atau continuity mengacu pada kenyataan bahwa meskipun masyarakat itu mengalami perubahan tetapi tetap ada unsur-unsur di dalamnya yang tidak berubah, misalnya peraturan lalu lintas, sistem kalender serta sistem abjad. Unsur-unsur itu tidak berubah karena sangat berguna dan menjawab kebutuhan semua lapisan masyarakat.
b.    Sedangkan inovasi dihasilkan dari penemuan-penemuan maupun proses difusi dari budaya lain. Masing-masing masyarakat akan mempunyai tingkat inovasi yang berbeda-beda tergantung pada: seberapa banyak orang yang dapat menghasilkan inovasi, seberapa banyak orang yang menyebarkan inovasi tersebut, seberapa penting inovasi itu bagi masyarakat yang bersangkutan serta apakah masyarakat tersebut mau menerima ide-ide baru itu.
c.    Sedangkan kepunahan atau extinction berarti menghilangnya kebudayaan atau masyarakat itu sendiri.

4.      Teori Fungsional

Salah satu tokoh dari teori fungsional ini adalah Talcott Parson. Ia melihat bahwa masyarakat seperti layaknya organ tubuh manusia, di mana seperti tubuh yang terdiri dari berbagai organ yang saling berhubungan satu sama lain maka masyarakat pun mempunyai lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan adanya koordinasi yang harmonis antar bagian. Selain itu karena organ tubuh mempunyai fungsinya masing-masing maka seperti itu pula lembaga di masyarakat yang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk tetap menjaga stabilitas dalam masyarakat.

5.      Teori Konflik

Teori konflik sebenarnya tidak mempunyai penjelasan yang khusus membahas tentang perubahan sosial. Menurut teori ini konflik akan muncul ketika masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu yang berkuasa (bourjuis) dan yang dikuasai (proletar).

Hasil dari pertentangan antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan memunculkan masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang disebut dengan perubahan sosial. Karena konflik di masyarakat itu selalu muncul terus menerus maka perubahan akan terus pula terjadi. Setiap perubahan akan menunjukkan keberhasilan kelas sosial tertentu dalam memaksakan kehendaknya terhadap kelas sosial lainnya.

Ralf Dahrendorf, sebagai salah satu tokoh dalam teori konflik, percaya bahwa dalam setiap masyarakat beberapa anggotanya akan menjadi korban pemaksaan oleh anggota yang lainnya. Artinya bahwa konflik kelas merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari sehingga perubahan sosial sebagai dampak dari konflik itu juga tidak terelakkan pula. Dahrendorf menyatakan pula bahwa ia percaya jika perkembangan masyarakat, kreativitas dan inovasi muncul terutama dari konflik antar kelompok maupun individu.

D.    SUMBER PERUBAHAN SOSIAL

Apakah yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan sosial atau dengan kata lain apa saja yang menjadi sumber sehingga terjadi suatu perubahan sosial di masyarakat? Untuk memahami pertanyaan tersebut maka terlebih dahulu harus memahami tentang dari mana terjadinya perubahan sosial atau apa yang menjadi sumber dari suatu perubahan sosial.

Soejono Soekanto, dengan mengutip penjelasan dari beberapa ahli, menjelaskan terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan baik dalam ukuran yang paling kecil yaitu perilaku kita ataupun dalam ukuran yang lebih luas yaitu struktur dan budaya masyarakat kita. Tetapi secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dibedakan sebagai sumber perubahan sosial yang berasal dari dalam masyarakat atau internal (endogenous) dan dari luar masyarakat itu sendiri atau eksternal (exogenous).[6]

1.      Faktor Internal (endogenous)

a.       Perubahan kependudukan

Perubahan dalam kependudukan yang mungkin lebih sering kita ketahui adalah tentang penambahan jumlah penduduk, tetapi sebenarnya faktor kependudukan lebih dari sekedar jumlah penduduk yang bertambah. Perubahan dalam kependudukan dapat berkaitan dengan perubahan komposisi penduduk, distribusi penduduk termasuk pula perubahan jumlah, yang semua itu dapat berpengaruh pada budaya dan struktur sosial masyarakat. Komposisi penduduk berkitan dengan pembagian penduduk antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, etnik, jenis pekerjaan, kelas sosial dan variabel lainnya.

b.      Penemuan

Berbicara tentang suatu penemuan yang dapat menjadi sumber dari suatu perubahan sosial, mau tidak mau kita harus memahami suatu konsep penting yaitu inovasi. Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam jangka waktu yang tidak lama adalah inovasi.

Inovasi terbagi atas discovery dan inventions, keduanya bukanlah merupakan suatu tindakan tunggal melainkan transmisi sekumpulan elemen. Artinya semakin banyak elemen budaya yang dihasilkan oleh para penemu maka akan semakin besar terjadinya serangkaian discovery dan inventions. Misalnya penemuan tentang kaca akan membuat serangkaian penemuan baru misalnya lensa, perhiasan, botol, bola lampu dan lain-lain.

c.       Konflik dalam masyarakat

Konflik dan perubahan sosial merupakan suatu proses yang akan terjadi secara alamiah dan terus menerus, tetapi kita tidak dapat mengartikan bahwa setiap perubahan sosial yang muncul selalu didahului oleh konflik. Konflik atau pertentangan dalam masyarakat dapat mengarah pada perubahan yang dianggap membawa kebaikan atau bahkan membawa suatu malapetaka. Pertentangan antara generasi muda dan tua tentang nilai-nilai baru dapat juga membawa perubahan.

2.      Faktor Eksternal (exogenous)

Berikutnya adalah faktor eksternal, yaitu sumber perubahan sosial ini berasal dari luar masyarakat bersangkutan. Faktor eksternal ini meliputi antara lain, lingkungan, peran, dan pengaruh kebudayaan lain.

E.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN SOSIAL

Suatu proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan selalu berkitan dengan faktor pendorong yang dapat mempercepat terjadinya perubahan, serta faktor penghambat yang dapat memperlambat ataupun bahkan menghalangi terjadinya perubahan sosial itu sendiri.[7] 

Faktor pendorong dan penghambat akan selalu ada dalam setiap masyarakat tanpa terkecuali baik dalam masyarakat yang masih menganut sistem nilai tradisional maupun masyarakat yang sudah modern sekalipun, hanya mungkin bentuknya akan berbeda-beda tergantung pada kondisi masyarakat yang bersangkutan.

1.      Faktor Pendorong

Faktor pendorong dalam perubahan sosial merupakan faktor yang dapat mempercepat terjadinya suatu perubahan atau bahkan membuat perubahan tersebut dapat cepat diterima oleh suatu masyarakat. Faktor-faktor pendorong ini dapat berbentuk kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen serta orientasi masyarakat ke masa depan.

2.      Faktor Penghambat

Faktor penghambat adalah faktor yang cenderung dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan di masyarakat atau memperlambat proses penerimaan masyarakat terhadap suatu perubahan dapat dikategorikan sebagai faktor penghambat. Faktor penghambat tersebut meliputi, masyarakat yang tertutup, adanya kepentingan-kepentingan tertentu, prasangka terhadap hal-hal yang baru, adat dan lainnya.

F.     BENTUK PERUBAHAN SOSIAL

Bentuk perubahan sosial tidaklah mengacu pada sesuatu yang bersifat fisik tetapi lebih mengacu pada proses suatu perubahan itu terjadi. Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, meskipun demikian setiap bentuk perubahan tersebut akan sulit dibedakan dalam batas garis yang jelas karena setiap bentuk perubahan akan saling berkaitan satu sama lain,[8] misalnya program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah seperti program Keluarga Berencana (KB) dapat dikategorikan ke dalam bentuk perubahan direncanakan dan juga termasuk dalam perubahan yang lambat di mana program KB ini telah lama dicanangkan mulai jaman ORBA sampai saat inipun (2014) masih tetap dijalankan. Tetapi secara teoritis kita perlu mempunyai pemahaman dasar tentang bentuk perubahan sosial ini untuk membantu dalam memahami perubahan yang ada di masyarakat.

1.      Perubahan Lambat dan Cepat

Suatu perubahan yang membutuhkan waktu yang lama dan diawali ataupun diikuti oleh sejumlah perubahan-perubahan kecil, dapat disebut dengan evolusi atau perubahan yang lambat. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya usaha dari masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru seiring dengan terjadinya perkembangan dimasyarakat secara luas.

Sedangkan perubahan yang cepat mengacu pada adanya perubahan sosial yang berkaitan dengan sendi-sendi pokok kehidupan dimasyarakat seperti institusi sosial, perubahan seperti itu disebut dengan revolusi. Kecepatan perubahan revolusi bersifat relatif karena pada dasarnya revolusi dapat memakan waktu yang lama.

Revolusi Industri misalnya, tidaklah terjadi dalam waktu yang sebentar tetapi memakan waktu yang lama dimana adanya perubahan pada proses produksi suatu barang dari secara manual sampai berkembang dengan menggunakan mesin. Jadi konsep cepat tidaklah mengacu pada waktu melainkan lebih pada unsur pokok dalam masyarakat yang mengalami perubahan seperti institusi keluarga, institusi politik dan lain-lain.

2.      Perubahan Kecil dan Besar

Untuk membedakan suatu perubahan itu kecil atau besar akan sangat sukar untuk kita lakukan, karena batas perbedaannya sangatlah relatif. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa perubahan pada unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat dapat dikategorikan pada perubahan yang kecil. Misalnya perubahan pada bahasa dengan munculnya bahasa gaul, tidak membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat. Sedangkan perubahan besar akan terjadi apabila terdapat perubahan pada institusi dimasyarakat, misal dipakainya mesin traktor untuk membajak sawah membawa perubahan yang drastis pada masyarakat pedesaan antara lain pada pola kerja petani, stratifikasi masyarakat desa dan lain-lain.

3.      Perubahan Direncanakan dan Tidak Direncanakan

Perubahan yang direncanakan atau intended change merupakan perubahan yang memerlukan perencanaan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang menghendaki adanya perubahan, dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran agen perubahan. Agen-agen ini yang memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial, mengawasi dan mengendalikan perubahan yang direncanakan. Sedangkan perubahan yang tidak direncanakan atau unintended change terjadi diluar pengawasan dan menimbulkan dampak sosial yang cenderung tidak dikehendaki oleh masyarakat.
*****

DAFTAR PUSTAKA


Afandi, Abdullah Khozin, Buku Penunjang Berpikir Teoritis Merancang Proposal. Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2006.
Cohen, Bruce J., Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Eshleman, J. Ross, and Barbara G. Cashion.. Sociology an Introduction. Toronto: Little Brown & Company, 1985.
Horton, Paul B., dan Chester L Hunt. Sosiologi.  Jilid I. terj. Aminudin Ram & Tita Sobari. Jakarta: Erlangga, 1987.
Kamanto, Sunarto, Pengantar Sosiolog. Jakarta: LPE-UI., 2000.
Kornblum, William, Sociology in a changing world. Florida: Harcourt College Publisher, 2000.
Landis, Judson R., Sociology, Concepts and Characteristics. California: Wadsworth Publishing Company, 1986.
Smelser, Neil J. Sociology. New Jersey: Prentice Hall Inc, 1981.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi suatu Penganta. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990.

*****

Sumenep, 15 September 2014


[1] Lihat Abdullah Khozin Afandi, Buku Penunjang Berpikir Teoritis Merancang Proposal. (Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2006), 39.
[2] Ibid.
[3] Paul B. Horton dan Chester L Hunt, Sosiologi, Jilid I, terj. Aminudin Ram & Tita Sobari. (Jakarta:  Erlangga, 1987), 208.
[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), 303-305.
[5]  Lihat  Paul B. Horton,  dan  Chester L  Hunt,  Sosiologi,  Jilid I. terj.  Aminudin  Ram  & Tita Sobari. (Jakarta: Erlangga, 1987), 210-211 dan Judson R.Landis, Sociology, Concepts and Characteristics. (California: Wadsworth Publishing Company, 1986), 321-324.
[6] Soekanto,  Sosiologi, 317-325. Lihat juga Abdullah Khozin Afandi, Buku Penunjang Berpikir Teoritis Merancang Proposal. (Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2006), 43-44.
[7] Soekanto,  Sosiologi, 326-330.
[8] Soekanto, Sosiologi , 311-316.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar