Oleh
M. Khaliq Shalha
A. PENDAHULUAN
Menurut Talcott Parsons dan Willbert E.
Moore, teori tentang masyarakat dan perubahan sosial tidak dapat dipisahkan.
Namun juga harus diakui bahwa tidak ada satu teori perubahan sosial yang benar-benar
mencukupi untuk membaca perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
termasuk apa yang selama ini sering diuangkapkan, yakni apa yang disebut “grand
theory”. Kata Etzioni, “grand theories” tidak memberikan bimbingan
yang mencukupi untuk riset sosiologi tetapi tidak ada perubahan sosial yang
modern telah menggantikannya.[1]
Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika
sebuah teori masyarakat yang lengkap dikembangkan, maka upaya itu tentang
kajian “struktur-struktur yang statis” dan “proses yang dinamis”. Tetapi riset untuk sebuah teori semacam ini harus
bergerak ke berbagai sektor.[2]
Berbicara
tentang konsep perubahan sosial maupun perubahan budaya, pada umumnya dua
konsep tersebut dibedakan, yaitu masing-masing perubahan dikaitkan dengan aspek
yang berbeda, yang satu berkaitan dengan bidang budaya yang berubah dan yang
satunya dengan bidang sosial.
Pada dasarnya perubahan sosial dan
perubahan budaya merupakan konsep yang sebenarnya saling berkaitan satu sama
lain meskipun mempunyai perbedaan. Perubahan sosial mencakup perubahan dalam
segi struktur dan hubungan sosial, sedangkan perubahan budaya mencakup
perubahan dalam segi budaya masyarakat.[3]
Perubahan dalam distribusi kelompok
usia, tingkat pendidikan, hubungan sosial antar etnis yang bermukim dalam satu
wilayah, peran perempuan dalam organisasi politik dan lain-lain adalah contoh
dari perubahan sosial. Sedangkan perubahan budaya meliputi penemuan teknologi
komputer dan penciptaan seni tari modern dan lain-lain. Tetapi kedua konsep
perubahan tersebut saling berkitan, misalnya perubahan peran perempuan dalam
masyarakat berkaitan dengan adanya perubahan nilai kedudukan perempuan. Jadi
fenomena suatu perubahan di dalamnya akan mencakup aspek sosial dan budaya
sehingga perbedaan istilah di antara keduanya sering kali tidak terlalu
diperhatikan.
Dalam tulisan sederhana ini penulis akan
mendeskripsikan tentang pengertian perubahan sosial, teori perubahan sosial,
sumber perubahan sosial, faktor yang mempengaruhi perubahasan sosial, dan
bentuk perubahan sosial sebagai langkah awal untuk mengenal teori penelitian.
B. PENGERTIAN
PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial mengacu pada adanya
pergantian dalam hubungan sosial dan ide-ide kultural, sehingga dalam hal ini
konsep sosial dan budaya menjadi konsep yang saling berkitan dalam terjadinya
suatu perubahan.
Perubahan
dalam ide dan nilai secara singkat akan mengarah pada terjadinya perubahan
dalam hubungan sosial, dan sebaliknya perubahan dalam pola hubungan sosial akan
menuju pada adanya perubahan nilai dan norma. Secara teori ada banyak ahli yang
memberikan sumbangannya dalam menjelaskan tentang pengertian perubahan sosial,
antara lain oleh William F. Ogburn, Kingsley Davis, Gilin, Samuel Koenig serta
Selo Soemarjan.[4]
Ogburn tidak
memberikan definisi secara jelas tentang perubahan sosial, tetapi beliau lebih
menjelaskan tentang bagaimana ruang lingkup dari perubahan sosial yang di
dalamnya meliputi unsur-unsur budaya. Dalam hal ini Ogburn menekankan bahwa
kebudayaan material mempunyai pengaruh besar terhadap kebudayaan immaterial
sehingga terjadilah perubahan sosial.
Berikutnya
Kingsley Davis yang secara lebih jauh menyatakan bahwa perubahan sosial
merupakan suatu perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Penjelasan dari
Davis ini dapat kita pahami dari ilustrasi tentang organisasi pekerja, di mana
adanya organisasi serikat pekerja dalam dunia industri akan membuat suatu
perbedaan dalam hubungan majikan atau pemilik industri dengan pekerjanya,
sehingga pekerja pun mempunyai peran dalam dunia ekonomi di mana mereka adalah
bagian dari sistem yang ikut menentukan jalannya suatu organisasi ekonomi.
Selanjutnya,
penjelasan dari Gilin yang mengemukakan bahwa perubahan sosial merupakan suatu
variasi atau sesuatu yang lain yang timbul dari cara-cara hidup yang telah diterima.
Di mana sesuatu yang baru tersebut dapat disebabkan perubahan dalam kondisi
geografis maupun komposisi penduduk. Perubahan sosial dapat pula mempunyai
pengertian sebagai adanya faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi
kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh Samuel Koenig. Hal tersebut
berarti bahwa perubahan sosial merujuk pada adanya modifikasi-modifikasi dari
faktor eksternal atau internal dalam pola-pola kehidupan manusia.
Sedangkan tokoh sosiologi dari Indonesia, yaitu Selo Soemarjan
menyatakan bahwa perubahan sosial mencakup semua aspek perubahan dalam lembaga
suatu masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosial termasuk nilai, sikap
dan pola perilaku kelompok dalam masyarakat tersebut. Ia menekankan bahwa
perubahan sosial terjadi pada lembaga masyarakat sehingga mempengaruhi struktur
masyarakat yang bersangkutan.
C.
TEORI PERUBAHAN SOSIAL
Ada beberapa
teori perubahan sosial yang dikeluarkan oleh berbagai ahli sosiologi. Dalam
tulisan ini akan dikemukakan beberapa teori yaitu teori siklik, teori
evolusioner, teori non evolusioner,
teori fungsional dan teori konflik, serta teori-teori yang
banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam melihat perubahan sosial di
negara-negara di dunia III .[5]
1.
Teori Siklus
Ada ungkapan
bahwa hidup manusia bagaikan sebuah roda yang berputar, kadang manusia ada di
atas dalam arti hidupnya makmur tetapi juga kadang di bawah dalam arti hidupnya
tidak beruntung. Seperti itulah sebenarnya pola pikir dari teori siklus
tersebut.
Penekanan
dari teori siklus ini adalah bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan
tidak berakhir melainkan suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran
dan kemajuan, keteraturan dan kekacauan. Artinya proses peralihan masyarakat
bukanlah berakhir pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali
pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan berikutnya.
Arnold
Toynbee melihat bahwa peradaban muncul dari masyarakat primitif melalui suatu
proses perlawanan dan respons masyarakat terhadap kondisi yang merugikan
mereka. Peradaban meliputi kelahiran, pertumbuhan, kemandegan dan disintegrasi
karena pertempuran antara kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan.
Secara jelas Pitirim Sorokin ahli sosiologi dari Rusia yang menjelaskan bahwa
perubahan yang menyebabkan masyarakat bergerak naik turun terjadi dalam tiga
siklus kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu :
a. Kebudayaan
ideasional (ideasional culture) yang menekankan pada perasaan atau emosi
dan kepercayaan terhadap unsur supernatural.
b. Kebudayaan
idealistis (idealistic culture) yang merupakan tahap pertengahan yang
menekankan pada rasionalitas dan logika dalam menciptakan masyarakat ideal.
c. Kebudayaan
sensasi (sensate culture) dimana sensasi merupakan tolok ukur dari
kenyataan dan tujuan hidup.
2. Teori
Evolusioner
Para ahli teori ini
cenderung melihat bahwa perubahan sosial yang terjadi merupakan suatu proses
yang linear, artinya semua masyarakat berkembang melalui urutan perkembangan
yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal sampai tahap akhir. Tatkala
tahap akhir telah tercapai maka pada saat itu perubahan secara evolusioner
telah berakhir. Tokoh dari teori ini antara lain adalah Auguste Comte, seorang
sarjana Perancis, yang melihat bahwa masyarakat bergerak dalam tiga tahap
perkembangan yaitu:
a. Tahap
teologis (theological stage) dimana masyarakat diarahkan oleh
nilai-nilai supernatural.
b. Tahap
metafisik (methaphysical stage) merupakan tahap peralihan dari
kepercayaan terhadap unsur supernatural menuju prinsip-prinsip abstrak yang
berperan sebagai dasar perkembangan budaya.
c. Tahap
positif atau ilmiah (positive stage) dimana masyarakat diarahkan oleh
kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsp ilmu pengetahuan.
Tokoh lain yang perlu juga dipelajari
adalah Emile Durkheim, yang lebih melihat bahwa perubahan sosial terjadi karena
masyarakat beralih dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi
masyarakat dengan solidaritas organik. Solidaritas mekanik ditandai oleh
masyarakat yang anggotanya sedikit sehingga hubungan sosial yang terjadi
cenderung bersifat informal di mana setiap orang akan saling mengenal serta
mempunyai karakteristik sosial yang bersifat homogen seperti pekerjaan.
Sedangkan masyarakat dengan solidaritas organik ditandai oleh masyarakat yang
berskala besar dalam jumlah penduduknya, hubungan satu sama lain cenderung
bersifat formal yang cenderung didasarkan pada fungsi sosial masing-masing
individu.
3. Teori
Nonevolusioner
Teori nonevolusioner yang sebenarnya
teori ini masih juga menganut ide pokok dari teori evolusi tetapi beberapa ahli
membuat perbaikan atas ide-ide teori evolusioner yang cenderung dalam
menganalisis perubahan sosial menekankan pada pendekatan unilinear dan teori
evolusioner tidak terbukti karena tidak sesuai dengan kenyataan. Teori ini
lebih melihat bahwa masyarakat bergerak dari tahap evolusi tetapi proses
tersebut dilihat secara multilinear artinya bahwa perubahan dipengaruhi oleh
berbagai faktor.
Meskipun ada kesamaan dengan teori yang
sebelumnya tetapi tidak semua masyarakat berubah dalam arah dan kecepatan yang
sama. Tokoh teori ini antara lain adalah Gerhard Lenski, yang menyatakan bahwa
masyarakat bergerak dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti berburu,
bercocok tanam, bertani dan masyarakat industri berdasarkan bagaimana cara
mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam mempelajari konsep dari Lensky
maka perlu juga mempelajari konsep kunci dalam pernyataan Lenski yaitu adanya continuity,
inovation dan extinction.
Ketiga elemen tersebut mengarah pada
adanya keberagaman dan kemajuan di mana masyarakat menjadi semakin beragam
selagi proses differensiasi terjadi dan kemajuan terjadi tidak hanya karena
kondisi hidup yang semakin membaik tetapi juga pada perkembangan teknologi.
Ketiga elemen tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:
a. Keberlanjutan
atau continuity mengacu pada kenyataan bahwa meskipun masyarakat itu
mengalami perubahan tetapi tetap ada unsur-unsur di dalamnya yang tidak
berubah, misalnya peraturan lalu lintas, sistem kalender serta sistem abjad.
Unsur-unsur itu tidak berubah karena sangat berguna dan menjawab kebutuhan
semua lapisan masyarakat.
b.
Sedangkan inovasi dihasilkan dari penemuan-penemuan maupun proses difusi
dari budaya lain. Masing-masing masyarakat akan mempunyai tingkat inovasi yang
berbeda-beda tergantung pada: seberapa banyak orang yang dapat menghasilkan
inovasi, seberapa banyak orang yang menyebarkan inovasi tersebut, seberapa
penting inovasi itu bagi masyarakat yang bersangkutan serta apakah masyarakat
tersebut mau menerima ide-ide baru itu.
c.
Sedangkan kepunahan atau extinction berarti menghilangnya kebudayaan
atau masyarakat itu sendiri.
4.
Teori Fungsional
Salah satu
tokoh dari teori fungsional ini adalah Talcott Parson. Ia melihat bahwa
masyarakat seperti layaknya organ tubuh manusia, di mana seperti tubuh yang
terdiri dari berbagai organ yang saling berhubungan satu sama lain maka
masyarakat pun mempunyai lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling
berhubungan dan tergantung satu sama lain. Parson menggunakan istilah sistem
untuk menggambarkan adanya koordinasi yang harmonis antar bagian. Selain itu
karena organ tubuh mempunyai fungsinya masing-masing maka seperti itu pula
lembaga di masyarakat yang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk tetap
menjaga stabilitas dalam masyarakat.
5.
Teori Konflik
Teori
konflik sebenarnya tidak mempunyai penjelasan yang khusus membahas tentang
perubahan sosial. Menurut teori ini konflik akan muncul ketika masyarakat
terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu yang berkuasa (bourjuis) dan
yang dikuasai (proletar).
Hasil dari
pertentangan antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan memunculkan
masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang disebut
dengan perubahan sosial. Karena konflik di masyarakat itu selalu muncul terus
menerus maka perubahan akan terus pula terjadi. Setiap perubahan akan
menunjukkan keberhasilan kelas sosial tertentu dalam memaksakan kehendaknya
terhadap kelas sosial lainnya.
Ralf
Dahrendorf, sebagai salah satu tokoh dalam teori konflik, percaya bahwa dalam
setiap masyarakat beberapa anggotanya akan menjadi korban pemaksaan oleh
anggota yang lainnya. Artinya bahwa konflik kelas merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari sehingga perubahan sosial sebagai dampak dari konflik itu juga
tidak terelakkan pula. Dahrendorf menyatakan pula bahwa ia percaya jika
perkembangan masyarakat, kreativitas dan inovasi muncul terutama dari konflik
antar kelompok maupun individu.
D.
SUMBER PERUBAHAN SOSIAL
Apakah yang
menyebabkan terjadinya suatu perubahan sosial atau dengan kata lain apa saja
yang menjadi sumber sehingga terjadi suatu perubahan sosial di masyarakat?
Untuk memahami pertanyaan tersebut maka terlebih dahulu harus memahami tentang
dari mana terjadinya perubahan sosial atau apa yang menjadi sumber dari suatu
perubahan sosial.
Soejono
Soekanto, dengan mengutip penjelasan dari beberapa ahli, menjelaskan terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan baik dalam ukuran
yang paling kecil yaitu perilaku kita ataupun dalam ukuran yang lebih luas
yaitu struktur dan budaya masyarakat kita. Tetapi secara garis besar
faktor-faktor tersebut dapat dibedakan sebagai sumber perubahan sosial yang
berasal dari dalam masyarakat atau internal (endogenous) dan dari luar
masyarakat itu sendiri atau eksternal (exogenous).[6]
1.
Faktor Internal (endogenous)
a.
Perubahan kependudukan
Perubahan
dalam kependudukan yang mungkin lebih sering kita ketahui adalah tentang
penambahan jumlah penduduk, tetapi sebenarnya faktor kependudukan lebih dari
sekedar jumlah penduduk yang bertambah. Perubahan dalam kependudukan dapat
berkaitan dengan perubahan komposisi penduduk, distribusi penduduk termasuk
pula perubahan jumlah, yang semua itu dapat berpengaruh pada budaya dan
struktur sosial masyarakat. Komposisi penduduk berkitan dengan pembagian
penduduk antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, etnik, jenis pekerjaan,
kelas sosial dan variabel lainnya.
b.
Penemuan
Berbicara
tentang suatu penemuan yang dapat menjadi sumber dari suatu perubahan sosial,
mau tidak mau kita harus memahami suatu konsep penting yaitu inovasi. Suatu
proses sosial dan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam jangka waktu yang
tidak lama adalah inovasi.
Inovasi
terbagi atas discovery dan inventions, keduanya bukanlah
merupakan suatu tindakan tunggal melainkan transmisi sekumpulan elemen. Artinya
semakin banyak elemen budaya yang dihasilkan oleh para penemu maka akan semakin
besar terjadinya serangkaian discovery dan inventions. Misalnya
penemuan tentang kaca akan membuat serangkaian penemuan baru misalnya lensa,
perhiasan, botol, bola lampu dan lain-lain.
c.
Konflik dalam masyarakat
Konflik dan
perubahan sosial merupakan suatu proses yang akan terjadi secara alamiah dan
terus menerus, tetapi kita tidak dapat mengartikan bahwa setiap perubahan
sosial yang muncul selalu didahului oleh konflik. Konflik atau pertentangan
dalam masyarakat dapat mengarah pada perubahan yang dianggap membawa kebaikan
atau bahkan membawa suatu malapetaka. Pertentangan antara generasi muda dan tua
tentang nilai-nilai baru dapat juga membawa perubahan.
2.
Faktor Eksternal (exogenous)
Berikutnya
adalah faktor eksternal, yaitu sumber perubahan sosial ini berasal dari luar
masyarakat bersangkutan. Faktor eksternal ini meliputi antara lain, lingkungan,
peran, dan pengaruh kebudayaan lain.
E.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN SOSIAL
Suatu proses
perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan selalu berkitan dengan faktor
pendorong yang dapat mempercepat terjadinya perubahan, serta faktor penghambat
yang dapat memperlambat ataupun bahkan menghalangi terjadinya perubahan sosial
itu sendiri.[7]
Faktor
pendorong dan penghambat akan selalu ada dalam setiap masyarakat tanpa
terkecuali baik dalam masyarakat yang masih menganut sistem nilai tradisional
maupun masyarakat yang sudah modern sekalipun, hanya mungkin bentuknya akan
berbeda-beda tergantung pada kondisi masyarakat yang bersangkutan.
1.
Faktor Pendorong
Faktor
pendorong dalam perubahan sosial merupakan faktor yang dapat mempercepat
terjadinya suatu perubahan atau bahkan membuat perubahan tersebut dapat cepat
diterima oleh suatu masyarakat. Faktor-faktor pendorong ini dapat berbentuk
kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang
heterogen serta orientasi masyarakat ke masa depan.
2.
Faktor Penghambat
Faktor
penghambat adalah faktor yang cenderung dapat menghalangi terjadinya suatu
perubahan di masyarakat atau memperlambat proses penerimaan masyarakat terhadap
suatu perubahan dapat dikategorikan sebagai faktor penghambat. Faktor
penghambat tersebut meliputi, masyarakat yang tertutup, adanya kepentingan-kepentingan
tertentu, prasangka terhadap hal-hal yang baru, adat dan lainnya.
F.
BENTUK PERUBAHAN SOSIAL
Bentuk
perubahan sosial tidaklah mengacu pada sesuatu yang bersifat fisik tetapi lebih
mengacu pada proses suatu perubahan itu terjadi. Perubahan sosial yang terjadi
di masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, meskipun demikian setiap
bentuk perubahan tersebut akan sulit dibedakan dalam batas garis yang jelas
karena setiap bentuk perubahan akan saling berkaitan satu sama lain,[8]
misalnya program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah seperti program
Keluarga Berencana (KB) dapat dikategorikan ke dalam bentuk perubahan
direncanakan dan juga termasuk dalam perubahan yang lambat di mana program KB
ini telah lama dicanangkan mulai jaman ORBA sampai saat inipun (2014) masih
tetap dijalankan. Tetapi secara teoritis kita perlu mempunyai pemahaman dasar
tentang bentuk perubahan sosial ini untuk membantu dalam memahami perubahan
yang ada di masyarakat.
1.
Perubahan Lambat dan Cepat
Suatu
perubahan yang membutuhkan waktu yang lama dan diawali ataupun diikuti oleh
sejumlah perubahan-perubahan kecil, dapat disebut dengan evolusi atau perubahan
yang lambat. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya usaha dari masyarakat untuk
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru seiring dengan terjadinya
perkembangan dimasyarakat secara luas.
Sedangkan
perubahan yang cepat mengacu pada adanya perubahan sosial yang berkaitan dengan
sendi-sendi pokok kehidupan dimasyarakat seperti institusi sosial, perubahan
seperti itu disebut dengan revolusi. Kecepatan perubahan revolusi bersifat
relatif karena pada dasarnya revolusi dapat memakan waktu yang lama.
Revolusi
Industri misalnya, tidaklah terjadi dalam waktu yang sebentar tetapi memakan
waktu yang lama dimana adanya perubahan pada proses produksi suatu barang dari
secara manual sampai berkembang dengan menggunakan mesin. Jadi konsep cepat
tidaklah mengacu pada waktu melainkan lebih pada unsur pokok dalam masyarakat
yang mengalami perubahan seperti institusi keluarga, institusi politik dan
lain-lain.
2.
Perubahan Kecil dan Besar
Untuk
membedakan suatu perubahan itu kecil atau besar akan sangat sukar untuk kita
lakukan, karena batas perbedaannya sangatlah relatif. Soerjono Soekanto
menyatakan bahwa perubahan pada unsur struktur sosial yang tidak membawa
pengaruh yang berarti pada masyarakat dapat dikategorikan pada perubahan yang
kecil. Misalnya perubahan pada bahasa dengan munculnya bahasa gaul, tidak
membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat. Sedangkan perubahan besar akan
terjadi apabila terdapat perubahan pada institusi dimasyarakat, misal
dipakainya mesin traktor untuk membajak sawah membawa perubahan yang drastis
pada masyarakat pedesaan antara lain pada pola kerja petani, stratifikasi
masyarakat desa dan lain-lain.
3.
Perubahan Direncanakan dan Tidak Direncanakan
Perubahan
yang direncanakan atau intended change merupakan perubahan yang
memerlukan perencanaan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang menghendaki adanya
perubahan, dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran agen perubahan.
Agen-agen ini yang memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial, mengawasi
dan mengendalikan perubahan yang direncanakan. Sedangkan perubahan yang tidak
direncanakan atau unintended change terjadi diluar pengawasan dan
menimbulkan dampak sosial yang cenderung tidak dikehendaki oleh masyarakat.
*****
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Abdullah Khozin, Buku Penunjang Berpikir
Teoritis Merancang Proposal. Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2006.
Cohen, Bruce
J., Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta, 1992.
Eshleman, J. Ross, and Barbara G. Cashion.. Sociology
an Introduction. Toronto: Little Brown
& Company, 1985.
Horton, Paul B.,
dan Chester L Hunt. Sosiologi. Jilid I.
terj. Aminudin Ram & Tita Sobari. Jakarta:
Erlangga, 1987.
Kamanto, Sunarto, Pengantar Sosiolog.
Jakarta:
LPE-UI., 2000.
Kornblum,
William, Sociology in a changing world. Florida:
Harcourt College Publisher, 2000.
Landis, Judson
R., Sociology, Concepts and Characteristics. California: Wadsworth Publishing Company,
1986.
Smelser, Neil J.
Sociology. New Jersey:
Prentice Hall Inc, 1981.
Soekanto,
Soerjono, Sosiologi suatu Penganta. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990.
*****
Sumenep, 15 September 2014
[1] Lihat Abdullah Khozin Afandi, Buku
Penunjang Berpikir Teoritis Merancang Proposal. (Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel,
2006), 39.
[2] Ibid.
[3] Paul B. Horton dan Chester L
Hunt, Sosiologi, Jilid I, terj. Aminudin Ram & Tita Sobari.
(Jakarta: Erlangga, 1987), 208.
[5] Lihat
Paul B. Horton, dan Chester L
Hunt, Sosiologi, Jilid
I. terj. Aminudin
Ram & Tita Sobari. (Jakarta:
Erlangga, 1987), 210-211 dan Judson R.Landis, Sociology, Concepts and
Characteristics. (California: Wadsworth Publishing Company, 1986), 321-324.
[6] Soekanto, Sosiologi, 317-325. Lihat juga
Abdullah Khozin Afandi, Buku Penunjang Berpikir Teoritis Merancang Proposal.
(Surabaya:
Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2006), 43-44.
[7] Soekanto, Sosiologi, 326-330.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar