Sabtu, 11 Juli 2015

MENGKONVERSI INSPIRASI DARI SHALAT DAN WC


M. Khaliq Shalha


Wahyu secara bahasa memiliki banyak cakupan dilihat dari subjeknya. Pertama, ilham fitrah (al-ilham al-fithri) untuk manusia biasa, seperti yang diberikan Allah pada ibu Nabi Musa. “Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibunya Musa: ‘Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil)...’.” (QS. Al-Qashash [28]: 7).

Kedua, ilham naluri (al-ilham al-gharizi) untuk hewan, seperti pada lebah. “Dan Tuhanmu mewahyukan (mengilhamkan) kepada lebah: “Buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia’.” (QS. An-Nahl [16]: 68).

Ketiga, isyarat cepat berupa suatu petunjuk, seperti yang dilakukan Nabi Zakaria pada kaumnya. “Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia mewahyukan (memberi isyarat) kepada mereka; bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang.” (QS. Maryam [19]: 11).

Keempat, rayuan negatif setan dalam jiwa manusia. “Sesungguhnya setan-setan akan mewahyukan (membisikkan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu…” (QS. Al-An’am [06]: 121).

Kelima, suatu instruksi Allah kepada para malaikat-Nya untuk melakukan sesuatu. “(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman...”. (QS. Al-Anfal [08]: 12).

Sedangkan wahyu menurut istilah, Muhammad Abduh mengatakan, pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam dirinya dan orang itu yakin bahwa ia dari Allah, baik dengan perantara atau tidak. Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani mengartikan, pemberitahuan Allah pada hamba-hamba pilihan-Nya atas setiap yang Dia kehendaki untuknya berupa ragam hidayah dan ilmu secara cepat serta rahasia di luar kebiasaan manusia.

Di atas juga disebut kata ilham, artinya pentransferan sesuatu ke dalam hati yang membuat dada menjadi lapang yang Allah khususkan pada hamba pilihan-Nya. Ilham dimaksudkan pada setiap sesuatu yang tertransfer ke dalam hati, baik berupa makna-makna atau pikiran. Menurut Ar-Raghib Al-Ashfahani dalam Mu’jam Mufradat Alfazh Al-Qur’an dikatakan, transfer sesuatu yang khusus ke dalam hati, datangnya dari Allah atau malaikat.

Lalu apa perbedaan antara wahyu dan ilham? Secara umum keduanya merupakan jalan pengajaran Allah pada hamba-Nya. Secara khusus, wahyu tertentu pada para nabi dan rasul-Nya, sedangkan ilham berlaku umum pada setiap mukmin menurut kadar dan tingkat keimanannya, seperti halnya ulama dan aulia. Begitulah menurut sebagian ulama.

Wahyu secara istilah, terbatas pada para nabi dan rasul. Apabila masa kenabian dan kerasulan telah selesai pengangkatannya, secara otomatis wahyu tersebut selesai. Dengan terutusnya Nabi SAW sebagai nabi dan rasul terakhir, maka wahyu Tuhan rampung pula sampai di situ. Kumpulan wahyu Nabi SAW termuat dalam Al-Qur’an dan hadis sebagai warisan beliau untuk pedoman umat manusia sampai kiamat tiba. Sedangkan ilham dengan bahasa lain: gagasan, ide, inspirasi atau yang semakna dengannya tetap diturunkan hingga akhir zama. Melihat makna wahyu secara bahasa di atas, ada al-ilham al-fithri (selanjutnya saya sebut inspirasi) untuk manusia secara umum. Hal ini penting untuk dibahas, melihat turunnya untuk siapa saja dan di mana saja. Walaupun kesimpulan di atas hanya pada hamba Allah yang beriman, seperti ulama dan ualia, namun kenyataannya tidak, mengingat cakupan inspirasi itu umum dan berlaku umum bagi semua manusia selaku hamba Allah, baik yang taat atau tidak.

Salah satu bukti inspirasi ini berlaku umum, misal, munculnya para penulis atau peneliti dengan karya monumental mereka dari kalangan muslim dan non muslim. Inspirasi bisa muncul secara tiba-tiba atau karena dicari melalui observasi yang dilakukan, namun keinginan untuk melakukan observasi tersebut termasuk inspirasi pula. Dengan begitu, cara pandang teologis Qadariyah dan Jabariyah harus kita kolaborasikan agar tidak bingung di tengah-tengah kenyataan, sehingga apa yang tampak merupakan pertautan Kuasa Tuhan dan kuasa manusia yang diberikan Tuhan berupa suatu potensi dalam dirinya. Terciptanya berbagai teori ilmiah dan teknologi mutakhir dengan berbagai bentuknya merupakan buah dari inspirasi. Tak terbayang hebatnya, misal, penemuan di bidang alat transportasi (darat, laut dan udara) dan alat informasi juga komunikasi yang ada di depan mata kita, lagi-lagi, itu karena inspirasi tiada henti diberikan kepada manusia.

Selanjutnya, pembahasan saya arahkan pada aktivitas sepele umat Islam sehari-hari. Ada dua hal secara otomatis memantik derasnya inspirasi, yaitu ketika sedang shalat dan di WC. Yang pertama, muncul tidak pada tempatnya. Hal ini mengherankan, kenapa sebelum shalat pikiran tidak ke mana-mana, namun ketika mulai takbiratul ihram, hati dan pikiran langsung menonton “tayangan layar lebar” berbagai peristiwa? Bisa pikiran langsung terbayang ke pasar, tegalan, toko, kampus dan sebagainya. Bisa pula muncul sebuah gagasan untuk merintis usaha dan lainnya. Tidak ada kaitannya dengan kemaslahatan shalat. Apakah inspirasi semacam ini termasuk inspirasi liar versi setan, seperti pada nomor empat di atas, atau malaikat pada nomor satu itu? Inspirasi dalam shalat yang bukan kepentingan shalat tergolong inspirasi negatif. Inspirasi itu dari setan yang disebut yuwaswis (bisikan). Hendaknya segera tepis jauh-jauh. Jika konten inspirasinya baik dan bisa ditindaklanjuti, bukan sebatas lamunan belaka, hal itu tetap setan yang membawanya, hasil mencuri data (copy paste ilegal) dari malaikat, lalu “diputar” pada benak orang yang sedang shalat. Perlu diingat, melaksanakan shalat itu bukan untuk mencari inspirasi, tapi murni taqarrub pada Allah dengan penuh khusyuk. Shalat adalah barometer utama kualitas seorang muslim. Allah mengecam celaka pada orang-orang yang lalai dalam shalatnya, seperti yang terdapat dalam surat Al-Ma’un [107]: 5.

Demikian pula halnya ketika sedang di WC. Heran! Inspirasi lancar mengalir, bahkan membuat orang betah di dalamnya, jauh lebih betah ketimbang iktikaf di masjid. Lumayan untuk mengonsep puisi, cerpen, novel atau karya tulis ilmiah, atau agenda kerja lainnya.  Berlama-lama di WC itu makruh, terutama di WC umum. Banyak orang antre di luar. Afdalnya, bila sudah selesai “print out” secara sempurna, segeralah keluar.

Inspirasi yang mucul di WC yang dominan berupa lamunan, sulit ada tindak lanjutnya, dan ada kemungkinan pula inspirasi bagus dari malaikat, karena tidak kontroversi dengan ritual syariat lainnya, beda dengan ketika shalat. Seandainya Anda mendapat inspirasi jitu di WC lalu Anda tindak lanjuti dengan menulis buku, ketika diadakan acara bedah buku, tak terlalu malu bila Anda mengatakan: “Inspirasi awal buku ini saya peroleh ketika saya sedang di WC,” ketimbang “sedang shalat.” Versi terakhir, Anda berarti lalai dalam shalat.

Suatu hal yang perlu saya tawarkan dalam tulisan sederhana ini, yaitu upaya mengkonversi kondisi psikologi dalam shalat dan WC yang kaya inspirasi liar pada tempat yang benar, yaitu ke depan laptop, tablet, HP, buku harian dan lainnya, sehingga bisa produktif berkarya ataupun bijaksana dalam menyikapi persoalan hidup yang membutuhkan penanganan serius. Selamat mencoba! Wallah a’lam.

***

Sumenep, 24 Ramadan 1436 H/11 Juli 2015 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar