Kamis, 09 Mei 2019

SERBA QASAR (Ngaji dalam Perjalanan Jember-Surabaya-Sumenep)

M. Khaliq Shalha*)


Bus Ladju
Tiga malam saya bermalam di rantau, tepatnya di Keting, Jombang, Jember. Dari malam pertama Ramadhan 1440 H/2019 dalam rangka silaturrahmi dan mengantar anak dan istri berlibur Ramadhan di rumah mertua.

Rabu, 8 Mei 2019 pukul 04.30 WIB saya sudah siap pulang ke Sumenep, Madura. Pukul 05.00 baru berangkat menuju jalan raya Kencong-Surabaya. Dapat bus pukul 05.30; bus Ladju. Kupesan karcis Yosowilangun-Surabaya Rp35.000.

Menikmat pemandangan indah Lumajang
Menjelang SPBU dekat terminal Wonorejo, Lumajang bus berhenti di halte JLT untuk menaikkan-menurunkan penumpang. Kulihat di halte ini ada mobil angkutan khusus anak sekolah, gratis...! Saya salut dengan kepedulian pemerintah setempat pada pendidikan anak dengan menyediakan fasilitas transportasi gratis.

Bus bergerak lagi lalu menepi ke SPBU itu. Kuduga sekadar isi solar, ternyata penumpang dioper ke bus lain, bus Sabar Indah. Jika bus Ladju tadi melaju dengan cepat, pun bus Sabar Indah tak kalah cepatnya, bahkan masih lebih cepat. Penumpang yang akan naik di terminal Wonorejo harus tergopoh-gopoh, lari-lari kecil karena bus ini tidak tumakninah. Rupanya bus Sabar Indah ini kurang sabar memberikan pelayanan terbaik pada penumpang. Gaya pacunya bagai gaya bus-bus jurusan Surabaya-Yogyakarta, semisal Sumber Kencono alis Sugeng Rahayu alias Sumber Selamat. Doa keselamatan harus betul-betul kupanjatkan.

Dalam taksiran, dengan laju cepat ini akan segera sampai di Surabaya. Tak disangka, ada hambatan di tikungan di jalan raya Banjar Sawah, Tegal Siwalan, Probolinggo, yaitu tabrakan dahsyat bus Anggun Krida jurusan Surabaya-Jember versus truk bermuatan jeruk dan buah naga full. Menurut saksi mata, sopir kedua kendaraan itu wafat. Semoga mendapat ampunan Allah.
Insiden kecelakaan truk vs bus
Proses evakuasi agak lama. Kondektur bus Sabar Indah memerintahkan para penumpang tujuan Surabaya untuk pindah bus di belakang. Kami pindah lagi ke bus Restu. Terjadi barter penumpang; penumpang jurusan Probolinggo ikut Sabar Indah. Para penumpang sedang diuji kesabarannya. Sabar itu indah dan mudah mendapatkan restu Tuhan.

Setelah bus Krida di badan jalan raya selesai diderek, kendaraan-kendaraan dari arah timur dan barat yang sudah menyemut berjalan lancar lagi. Pukul 08.45 bus Restu yang saya tumpangi berangkat melaju lebih trengginas lagi. Sebelah barat inseden tadi, Restu ini nyaris menyeruduk motor yang mau menyeberang hingga membuat penumpang di bagian depan berteriak histeris.

Bus Restu mengejar waktu untuk sampai ke Surabaya sehingga memilih jalur tol panjang dengan meminta tambahan ongkos Rp5.000 per orang untuk karcis tol. Bus ini mengqasar jarak tempuh yang biasanya lewat di jalur biasa akhirnya diqasar via tol panjang Probolinggo-Surabaya.

Di samping kiri saya duduk seorang nenek, namanya Siyam, kalau tidak saya salah dengar, asal Surabaya yang baru saja dari rumah anaknya, katanya. Sewaktu kondektur perempuan meminta tambahan ongkos, si nenek mengeluarkan duitnya yang diikat sapu tangan. Saya lirik uangnya kisaran Rp15.000.  Kuteringat nenek saya. Tak lama kuberpikir untuk saya bayari karcis si nenek. Si nenek membalas dengan doa; semoga dimurahkan rezeki oleh Allah. Amin, responku. Dia berpesan, kalau sudah hampir tiba di Medaeng untuk diberi tahu. Dia mau turun di sana. Hampir tiba di Medaeng, kuberitahukan, dan kuberi  ia sebungkus sabun Giv.
Bersama Ibu Siyam di bus Restu
 Pukul 10.30 bus sudah tiba di terminal Bungurasih. 10.45 saya sudah selesai ambil wudhu lalu munuju ruang tunggu sambil menanti masuknya waktu shalat Zuhur. Kuagendakan jamak qasar takdim Zuhur-Asar--menurut mazhab Syafii, rukhshah (dispensasi) safar lebih utama dimanfaatkan--hingga tenang-tenang saja menuju Madura sambil ngabuburit (nyare malem). Waktu buka puasa kan masih lama. Waktu azan Zuhur kusadari betul bahwa ia azan Zuhur, tak kusangkakan sebagai azan Asar apalagi Magrib.

Usai shalat, saya mengemas barang-barang bawaan. Tiba-tiba dari belakang ada orang menyapa. Bikin kaget saja. Sungguh saya tak punya hati luar.

"Mau ke mana Mas?"

"Sumenep."

"Sumenep itu terus ke barat di Jawa ini ya?

"Bukan, di Pulau Madura."

"O...!!"

Baru tahu dia.
Mushalla di ruang tunggu lantai I bagian barat
Di terminal megah ini bisa membuat penumpang betah istirahat sambil menunggu bus yang akan dinaiki, karena full musik. Sesuai momennya, lagu-lagu yang didendangkan bernuansa islami oleh penyanyi profesional, seperti lagunya Nissa Sabyan. Suara penyanyinya bagus bak suara Nissa Sabyan. Layanan lagu-lagu ini sepertinya diprogram oleh pihak pengelola terminal karena menggunakan sound milik terminal yang menggema di ruang tunggu. Para penumpang di ruang tunggu dihampiri satu per satu oleh penyanyinya untuk dimintai duit seikhlasnya. Saya menyebutnya hiburan ini ngamin modern-profesional dalam ruangan. Saya menikmatinya sambil menulis artikel ini.
Penyanyai berkerudung oren pegang mic tanpa kabel
Bus Akas NR ber-Ac tarif ekonomi sudah nangkring di lajur pemberangkatan jurusan Madura. Saya segera menujunya. Pas masuk sambil mencari tempat duduk yang aman dan nyaman, saya langsung disapa seseorang asal Sumenep dan bertanya tujuan saya. Saya bilang, Prenduan. Dia akan membayari karcis saya Rp15.000. Berarti saya tinggal bayar sisanya, Rp25.000. Dia bilang, sudah dari tadi dia mencari orang untuk dibayari ongkosnya. Ternyata saya ketiban subsidi. Tapi saya tak perlu lebay dengan mengatakan: "Rezeki anak saleh...!"
Di terminal Bungurasih
Lalu, pikiran saya terpental pada si nenek tadi. Uang Rp5.000 plus satu sabun Giv yang kuberikan padanya sudah diganti oleh Allah Rp15.000 dalam waktu sekejab lewat seseorang. Inilah bukti nyata bahwa sedekah akan dilipatgandakan balasannya oleh Allah. Tapi, penting untuk diingat, berbagi kepada orang lain adalah dalam rangka memberikan manfaat pada sesama. Urusan balasan, itu hak prerogatif Allah. Cara pandang beramal saleh jangan selalu menggunakan paradigma pedagang; yang jadi pertimbangan selalu untung rugi. Paradigma pedagang dalam kaca mata tasawuf masih kelas bawah ketimbang paradigma seorang pecinta. Bagi seorang pecinta, berbuat semata-mata karena yang dicintainya. Cinta Allah, cinta Rasul dan cinta sesama manusia akan menjamin kebahagiaan sejati dalam ridha dan rahmat-Nya.
Azan Magrib tiba. Bus yang kutumpangi masih melaju cepat di dekat masjid Sodok. Kuberbuka seadanya. Tahu Rp1.000 cukup untuk menu berbuka. Pukul 18.15 saya tiba di rumah dengan selamat.

Surabaya-Sumenep, 8-9 Mei 2019
_________
*) Hobi traveling, suka naik bus, suka baca, suka menulis dan suka belanja buku. Selaku orang NU, tokoh idola: KH. M. Hasyim Asy'ari, KH. Said Aqil Siradj, Gus Muwafiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar