Senin, 13 Mei 2019

TIDUR PAGI KEBIASAANNYA ORANG LEMAH

M. Khaliq Shalha


Suatu saat Rasulullah SAW mendapati Fatimah tengah tiduran usai shalat shubuh.

"Wahai Fatimah, bangun dan saksikanlah rezeki Tuhanmu dan jangan sampai masuk golongan orang lalai, karena sesungguhnya Allah membagi rezeki hamba-Nya sejak habis munculnya waktu fajar hingga terbit matahari.” (HR. Baihaqi dan Ibn Hibban).

Orang yang tidur pagi mengindikasikan mentalnya lemah. Orang yang bermental lebih tidak memiliki semangat pagi untuk berkarya. Padahal waktu pagi merupakan momentum untuk menyusun konsep atau memulai pekerjaan dan lebih terjamin produktif.

Bagi anak sekolah, belajar setelah Subuh akan mendapatkan kenyamanan tersendiri karena otak masih segar. Bagi seorang penulis, waktu pagi lancar-lancarnya datangnya inspirasi. Bagi seorang petani, bekerja di pagi hari lebih adam, menyehatkan dan lebih produktif.

Alkisah, ada seorang guru yang petani mengetrapkan semangat pagi untuk mencangkul di sawah. Dia mulai mencangkul habis shalat Subuh dan berhenti pukul 07.30 WIB untuk pergi mengajar. Mengajarnya aktif dan disiplin. Sedangkan tetangganya lazimnya berangkat ke sawah pukul 07.00 ke belakang. Si guru sudah menyelesaikan mencangkul sekian-sekian lebarnya, tetangganya masih mau berangkat dan sebentar lagi matahari akan terik menyulut badan secara perlahan.

Menurut hipotesa saya, orang yang suka tidur pagi biasanya orang itu rendah disiplinnya dalam berbagai hal karena semangat hidupnya padam, tidak menyala.

Orang-orang tua berpesan kepada anaknya, "Jangan tidur pagi supaya rezekimu tidak dipatok ayam." Hal itu sejalan dengan hadits Nabi SAW tersebut.

Lalu timbul pertanyaan, mengapa banyak orang berpuasa di bulan Ramadhan punya kebiasaan tidur pagi? Salah satu jawabannya karena semangat (ghirah) mereka lemah. Mereka termasuk muslim yang lemah walaupun mereka punya dalil bahwa tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah (Naumus shaim 'ibadah). Dalil itu tentu cocok bagi orang-orang Islam yang lemah. Karena mafhum mukhalafah-nya, jika tidur saja bernilai ibadah, apalagi bekerja menjemput rezeki Tuhan.

Wallah a'lam.

Sumenep, 13 Mei 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar