Selasa, 02 Juli 2019

DARI NASI MERAH KE NASI PUTIH

Maqbarah Sunan Kalijaga, Demak, 27 Juni 2019
Ada cerita menarik dari guru alif saya. Seorang santri disuguhi nasi merah (jagung) dan nasi putih. Santri ini menyantap nasi jagung dengan lahap. Nasi putihnya dibiarkan dulu dengan maksud sebagai penutup. Waktu itu nasi putih sangat istimewa karena jarang ada, kecuali ketika hari raya. Itu pun jatahnya sangat terbatas. Masing-masing orang dalam sebuah keluarga biasanya mendapat jatah segumpal saja.

Santri ini ditanyakan oleh pemberi nasi tadi karena nasi putihnya tidak dimakan. Ia hanya menangis, begitu menyesal karena tidak bisa makan nasi putih yang diidolakan. Perutnya sudah kenyang betul dengan nasi merah. Sudah tidak bisa menampung makanan lagi. Kasihan!

Pada tahun 1990-an, di kampung saya masih terbiasa dengan nasi merah. Jarang dicampuri beras, kalau ada jatahnya hanya sebagian kecil. Tak jauh berbeda dari cerita di atas. Saya ingat waktu masih anak-anak. Setalah pulang ke rumah, selesai mencari jangkrik di ladang, biasanya langsung makan nasi jagung asli dengan lauk ikan asin. Tapi nikmatnya luar biasa, sepertinya berasa sampai sekarang. Ingin masa dulu diputar kembali, walau kata ahli nahwu keinginan ini tergolong tamanni (mengharap sesuatu yang mustahil tergapai). Di zaman nasi jagung dulu kenikmatan juga mengalir santer.

Masa sekarang, nasi jagung sudah jarang ada, apalagi nasi jagung asli tanpa campuran. Dalam keseharian di mana saja menu nasi putih sudah biasa. Tidak harus menunggu hari raya atau ada orang mati. Fakta ini merupakan indikasi bahwa perikonomian bangsa ini (khususnya daerah saya dan sekitarnya) di bidang pangan makin meningkat. Untuk sekarang, hasil jagung petani sudah banyak diproduksi untuk pakan ternak.

Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan menigkatnya pangan masyarakat; faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam berupa cuaca dan lahan mendukung, dan faktor manusia dengan ketersediaan pupuk yang diproduksi dan obat pembasmi hama. Anugerah Tuhan begitu besar.

Bagi saya, nasi jagung tak kalah istimewanya dengan nasi putih. Bahkan kelebihannya untuk konsumsi makan sahur akan lebih tahan lama keyangnya ketimbang nasi putih. Paling tidak nasi merah putih (nasi kebangsaan) lebih kenyal rasanya.

Sumenep, 2 Juli 2014

M. Khaliq Shalha
____________
Ngepos tulisan lama, 2014 dengan foto terbaru, 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar