M. Khaliq Shalha
Mendekatkan diri kepala Allah
yang membutuhkan pengorbanan biaya atau kekayaan tertentu, bukan hanya hak
mutlak orang kaya, tapi juga orang miskin dengan kadar kemampuannya. Urusan
mendekatkan diri kepada Tuhan merupakan kebutuhan setiap individu dari setiap
kelas sosial dan ekonomi. Kaya miskin sama. Saleh ritual dan saleh sosial tak
mengenal kasta. Maka, memahami mazhab alternatif sangat penting guna mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh setiap orang. Demikian pula, memahami mazhab
yang lebih mendukung mobilisasi sosial sesuai zaman dan tempat ia berada.
Berpindah-pindah mazhab merupakan pilihan yang sangat tepat.
Mazhab alternatif dimaksud adalah
mazhab yang lebih ringan ketimbang ketentuan yang berlaku standar atau
konvensional. Contohnya, kurban untuk satu orang berupa seekor kambing. Itu
ketentuan standar. Sedangkan mazhab alternatif bagi orang miskin, berupa seekor
ayam, yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan sederhana ini. Mazhab yang
lebih mendukung mobilisasi sosial adalah sebuah hasil studi banding antara dua
mazhab atau lebih, sehingga mendapatkan pilihan yang lebih mendukung
tercapainya soleh ritual dan sosial. Contohnya, Imam Syafi’i memberi ketentuan
tentang zakat pertanian dengan nisab minimal 5 awsuq (300 gantang) dengan kadar zakatnya sepersepuluh. Hasil panen
yang tidak sampai pada batas tersebut, petani yang bersangkutan tidak
berkewajiban mengeluarkan zakat. Sedangkan Imam Hanafi memiliki kesimpulan
berbeda, bahwa berapapun hasil pertanian yang diperoleh, petani tetap
berkewajiban membayar zakat sepersepuluh dari hasil pertanian. Bagi Imam
Hanafi, tidak ada batas minimal (nisab) dari hasil pertanian. Memilih mazhab
Hanafi, lebih mengantarkan seseorang pada sifat dermawan dari apa yang ia
hasilkan. Itulah sisi positif memilih mazhab yang lebih progresif dalam konteks
zakat pertanian. Contoh ini dapat dianalogikan pada hal-hal yang lain.
Tulisan sederhana ini memfokuskan
pada pembahasan tentang kurban dan akikah alternatif. Sebagaimana saya singgung
di atas bahwa ibadah kurban oleh satu orang berupa seekor kambing. Ada bentuk lain, berupa
sapi jika memilih berkurban secara kolektif. Seekor sapi cukup dikurbankan oleh
tujuh orang. Mengingat kambing atau sapi harganya mahal, yang tak semua orang
mampu memilikinya, maka ada kurban alternatif yang ditawarkan oleh Ibn Abbas.
Menurut Ibn Abbas—sebagaimana
dikutip oleh Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi dalam kitabnya, Tausyih ‘ala Ibn Qasim—mengatakan bahwa
penyembelihan (kurban) dianggap cukup sekalipun menyembelih seekor ayam atau
angsa. Dari itulah, Syekh Muhammad al-Fudhali menginstruksikan kepada kalangan
fakir untuk bertaqlid pada pendapat ini. Lebih lanjut al-Fudhali mengatakan,
akikah dapat dikiaskan dengan kurban ini. Maka, bagi orang yang tidak mampu
berakikah kambing, gantilah dengan akikah ayam.[1]
Pendapat ini memberikan angin
segar kepada kaum muslim yang taraf ekonominya di bawah garis kemiskinan untuk
berkurban ala kadarnya, berupa seekor ayam, atau berselamatan
dengan niat akikah ala kadarnya pula bila dikaruniai seorang anak. Untuk akikah
anak laki-laki, dua ekor ayam dan untuk anak perempuan, seekor ayam.
Mazhab ini cukup memberikan
solusi alternatif bagi kalangan masyarakat miskin. Sepatutnya kalangan pemimpin
umat, atau siapapun Anda, untuk mempromosikan secara lantang mazhab alternatif
ini yang sebenarnya mazhab ini sudah klasik (salaf).
Saya yakin, banyak di antara kita belum mengetahuinya.Wallah a’lam.
Sumenep, 12 April 2016
[1]Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi,
Tausyih ‘ala Ibn Qasim (Surabaya:
Maktabah Muhammad ibn Nabhan tt.), 269.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar