Jumat, 08 April 2016

MODAL MINIMAL RAIH SURGA


M. Khaliq Shalha


عن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال  يخرج من النار من قال لاإله إلا الله وكان في قلبه مثقال شعيرة من خير (رواه ابن ماجه) .
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang pasti masuk surga di mana ia pernah berucap Lailaha illallah dan di hatinya menyimpan kebaikan walau sebiji gandum.” (HR. Ibn Majah).


Surga dan neraka mutlak milik Tuhan. Manusia tidak punya kunci mutlak keduanya. Oleh karena itu, jangan gampang mengklaim amalnya yang terbaik, sedangkan amal orang lain dinilainya tidak berkualitas. Jangan mudah menuduh orang lain sesat gara-gara beda tafsir keagamaan. Orang yang berlagak bagai punya kunci surga, berarti ia rapuh imannya. Orang yang belagu punya kunci neraka hingga mudah memvonis orang lain masuk neraka, ia sedang mengambil posisi Tuhan dengan modal kesombongan belaka. Tak penting menilai orang lain masuk surga atau neraka berdasarkan spekulasi diri. Itu bukan urusan manusia.

Jika punya banyak waktu lowong, sebaiknya kita gunakan untuk melakukan tindakan ekonomi ketimbang menilai status orang masuk surga atau neraka, supaya banyak uang buat biaya hidup anak istri dan kalau memadai bisa buat naik haji juga traveling ke tempat eksotis agar mata dan hati kita lebih terbuka untuk menyaksikan keagungan ciptaan Tuhan yang terhampar di jagat raya, dan banyak tahu ragam budaya yang melekat pada manusia di luar daerah kita, sehingga hidup kita tidak seperti katak dalam tempurung atau lalat dalam toples kaca.

Tuhan Maha Pemurah. Surga-Nya begitu murah. Dengan modal ucapan Lailaha illallah dan sebutir kebaikan dalam hati saja, seseorang digaransi masuk surga, sebagaimana hadits Nabi SAW di atas. Makna hadits tersebut memberikan pemahaman kepada kita tentang modal minimal untuk meraih tiket surga berupa iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan modal primer (pokok) sebagai syarat mutlak untuk meraih surga kelak. Persoalannya, jika seseorang hanya punya modal itu, kapan ia akan masuk surga? Sementara, hak dan kewajiban yang lain yang bersangkutan dengan diri sendiri, orang lain dan Tuhan terabaikan. Malaikat tentu mencegatnya di perlintasan (shirath) untuk tidak keburu ke surga, lalu melemparnya keras-keras ke neraka untuk menyempuh dosa-dosanya yang sudah berkarat. Wih, na’udzubillah bin dzalik.

Setiap perbuatan manusia di dunia ini harus dipertanggungjawabkan kelak. Kewajiban serta hak-hak yang berkaitan dengan Allah (haqqullah) harus ditunaikan, demikian juga yang terkait dengan manusia  (haqqul adami). Penyimpangan terhadap keduanya harus dibayar mahal. Manusia bisa langsung masuk surga, bisa pula masih harus mampir di neraka beberapa lama (tergantung ketebalan dosanya). Bisa langsung, bila amal kebaikan seseorang melebihi kejelekannya. Kalau dalam bahasa ekonomi, surplus kebaikan. Bisa tidak langsung, dalam artian mampir dulu di neraka, bila amal kebaikannya lebih sedikit dari kejelekannya, alias defisit kebaikan.

Defisit kebaikan ini yang perlu kita khawatirkan setiap saat, sehingga menjadi fokus kita untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri) terhadap amal kita. Apakah amal kita sudah relatif cukup untuk mengantarkan kita ke surga tanpa mampir dulu di jurang neraka? Kecenderungan manusia terhadap hal-hal yang mengarah ke surga dan neraka tensinya sangat berbeda. Hadits Nabi SAW menggambarkan hal itu. Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya surga dikelilingi oleh perkara yang tidak disenangi, sedangkan neraka dikeliling oleh syahwat.” (HR. Thabrani).

Perbuatan-perbuatan baik yang mengarah ke surga dirasa begitu getir, penuh onak, sarat tanjakan berkelok dan rintangan berat. Shalat, sedekah, misalnya, dirasa kadang begitu melelahkan dan menyebalkan untuk ditunaikan. Sepertinya tidak populer dalam jiwa. Begitulah jihad yang sebenarnya bergejolak dalam setiap diri manusia. Apakah manusia mampu menaklukkan semua rintangan yang menghadang atau malah terseok-seok di tengah perjalanan. Setiap yang berbuah manis harus ditempuh dengan perjuangan yang setimpal. Begitulah ajaran agama yang progresif, bukan statis dalam membangun peradaban mulia di dunia dan meraih rida Tuhan di akhirat kelak dalam surga-Nya.  

Secara sepintas, penyimpangan demi penyimpangan yang dilakukan manusia di dunia ini mengenakkan, melenakan bahkan bisa membuat lupa diri dan lupa daratan. Korupsi, misalnya, mungkin dirasa enak. Bergelimangan harta bukan haknya tanpa beban rasa malu mengantarkannya lebih bergengsi. Pergaulan bebas dengan lain jenis tak ubahnya pergaulan dunia ayam tanpa rasa bersalah. Mengobral aurat begitu bangga dengan bodi yang gemulai memikat atau pas-pasan. Menjatuhkan marwah orang lain demi ambisi pribadi menjadi kebanggaan. Begitulah energi negatif syahwat bergelora yang sebenarnya tak lama lagi akan menyeret pelakunya ke jurang kehinaan di mata masyarakat dan di sisi Tuhannya.

Ayat Tuhan tentang hukum karma wajib kita pegangi erat-erat sebagai pijakan kita setiap akan bertindak. “Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan, barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8). Ayat ini begitu dahsyat memotivasi kita untuk berbuat baik, dan begitu erat dan kuat mengerem perilaku bejat kita.

Ingat. Orang akan masuk surga bukan karena amal kebaikan semata, tapi karena mutlak rahmat Allah. Dan, ingat pula, rahmat Allah tidak diobral begitu saja tanpa amal baik. Jadi, untuk mendapat rahmat Allah syarat mutlaknya beramal baik. Begitulah pemetaan prinsip yang logis-teologis-spiritualis untuk meraih surga. Wallah a’lam.


Sumenep, 08 April 2016

2 komentar:

  1. sangat memotivasi ustad.

    masyarakat kita masih memperdebatkan tentang agama, sedangkan orang luar sudah jauh melangkah untuk menghancurkan indonesia. bagaimana menurut bapak.

    BalasHapus
  2. Sebagai warga Indonesia, kita jangan gampang diadu gara-gara beda mazhab. Karena lahap empuk provokator dari luar untuk merusak agama, mereka mengusung isu agama, misal syiah, wahabi dll. Kita harus punya sikap toleransi, insya Allah kita sulit diadu domba.

    BalasHapus