Jumat, 01 April 2016

MEMAKNAI SECARA PRODUKTIF MIN HAITSU LA YAHTASIB


M. Khaliq Shalha



Allah akan memberikan anugerah (rezeki) secara tidak disangka-sangka (min haitsu la yahtasib) pada salah satu hamba-Nya. Hal itu dapat dimaknai bahwa Allah akan memberikan kejutan rezeki pada hamba-Nya. Bisakah hal itu terjadi? Sangat bisa jadi, tapi Tuhan tidak seperti pemain sulap yang begitu saja merubah suatu keadaan pada keadaan yang lain. Ada hal-hal yang rasional dan spiritual yang harus ditempuh manusia sebagai suatu sebab, baru akan muncul akibat.

Menyikapi firman Allah: Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan, memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq [62]: 2-3), hendaknya kita memahaminya secara produktif, bukan fatalistik. Karena apa yang diberikan Tuhan berada dalam ranah sunnah-Nya (sunnatullah/sebab-akibat). Manusia sungguh sedang berada dalam kerugian manakala bisanya cuma berkhayal dengan tensi tinggi untuk mendapat rezeki secara tidak disangka-sangka tanpa ada upaya kongkret sebelumnya, baik kerja keras, doa atau idealnya kedua-duanya. Mengkhayal tidak baik bagi kesehatan jiwa kita. Hindari mengkhayal, perbanyak mengharap lewat munajat kepada-Nya.

Kejutan rezeki dari Tuan bukan diperoleh dengan tangan kosong, tapi dengan investasi modal terlebih dahulu, berupa modal takwa, sebagaimana dalam firman Allah tersebut. Modal takwa itulah yang memantik rezeki dari Tuhan mengalir pada manusia. Islam bukanlah agama para pemalas, tapi agama bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh dalam berbagai bentuknya.

Takwa merupakan kumpulan dari iman dan amal saleh. Memaknai takwa juga perlu secara produktif dan menyeluruh. Takwa berupa taqarrub kepada Allah dengan konsisten menjalankan amalan wajib dan memperbanyak amalan sunnah dengan kualitas mumpuni dengan ikhlas dan khusyuk, demikian pula abdi sosial sepenuh hati. Jika demikian ketakwaanmu, niscaya Anda tinggal menunggu tanggal main transfer rezeki dari Tuhanmu secara tidak disangka-sangka.

Menyikapi masa penantian terhadap rezeki Allah yang akan diberikan kepada kita secara tidak disangka-sangka, tidak membuat diri kita pasif dari aktivitas. Bukan seperti penjual siwalan di pinggir jalan raya—sebelah selatan rumah saya—yang menunggu pembeli secara monoton hampir seharian sambil menerka-nerka setiap kendaraan yang datang dari dua arah bahwa pengendaranya akan menepikan kendaraannya untuk membeli komoditi siwalannya, karena hal tersebut akan rentan memantik manusia untuk selalu berkhayal. Sikap yang bijak, saya kira, tidak perlu mengabsen setiap saat rezeki Tuhan yang dimaksud, tapi lupakan itu semua, bekerjalah sesuai dengan profesi kita untuk menggapai prestasi secara maksimal dengan penuh optimis bahwa Tuhan tidak buta terhadap usaha positif kita.

Menunggu keajaiban dari langit kurang menguntungkan bagi kita. Kita adalah manusia kongkret, maka lakukanlah hal-hal yang kongkret sesuai maqashidus syari’ah (tujuan pokok syariat) yang diberikan Tuhan. Urusan hal ajaib adalah urusan Tuhan, bukan urusan manusia. Manusia hanya bisa berusaha, Tuhan-lah yang akan menentukan hasilnya yang tentu paralel dengan apa yang kita kerjakan bahkan melebihi dari apa yang ada di angan kita berkat rahmat-Nya. Mari bertawakal secara proporsional: pasrah sepenuh hati kepada Allah setelah kita berusaha semaksimal mungkin. So, kita akan rileks menyikapi problematika hidup  Wallah a’lam.

Sumenep, 01 April 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar