M. Khaliq Shalha
Allah akan memberikan anugerah (rezeki) secara tidak disangka-sangka (min
haitsu la yahtasib) pada salah satu hamba-Nya. Hal itu dapat dimaknai bahwa
Allah akan memberikan kejutan rezeki pada hamba-Nya. Bisakah hal itu terjadi?
Sangat bisa jadi, tapi Tuhan tidak seperti pemain sulap yang begitu saja merubah suatu
keadaan pada keadaan yang lain. Ada hal-hal yang rasional dan spiritual yang
harus ditempuh manusia sebagai suatu sebab, baru akan muncul akibat.
Menyikapi firman Allah: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan, memberinya rezeki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq [62]: 2-3), hendaknya
kita memahaminya secara produktif, bukan fatalistik. Karena apa yang diberikan
Tuhan berada dalam ranah sunnah-Nya (sunnatullah/sebab-akibat). Manusia sungguh
sedang berada dalam kerugian manakala bisanya cuma berkhayal dengan tensi
tinggi untuk mendapat rezeki secara tidak disangka-sangka tanpa ada upaya
kongkret sebelumnya, baik kerja keras, doa atau idealnya kedua-duanya. Mengkhayal
tidak baik bagi kesehatan jiwa kita. Hindari mengkhayal, perbanyak mengharap
lewat munajat kepada-Nya.
Kejutan rezeki dari Tuan bukan
diperoleh dengan tangan kosong, tapi dengan investasi modal terlebih dahulu,
berupa modal takwa, sebagaimana dalam firman Allah tersebut. Modal takwa itulah
yang memantik rezeki dari Tuhan mengalir pada manusia. Islam bukanlah agama
para pemalas, tapi agama bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh dalam
berbagai bentuknya.
Takwa merupakan kumpulan dari
iman dan amal saleh. Memaknai takwa juga perlu secara produktif dan menyeluruh.
Takwa berupa taqarrub kepada Allah dengan konsisten menjalankan amalan
wajib dan memperbanyak amalan sunnah dengan kualitas mumpuni dengan ikhlas dan
khusyuk, demikian pula abdi sosial sepenuh hati. Jika demikian ketakwaanmu, niscaya
Anda tinggal menunggu tanggal main transfer rezeki dari Tuhanmu secara tidak
disangka-sangka.
Menyikapi masa penantian terhadap
rezeki Allah yang akan diberikan kepada kita secara tidak disangka-sangka, tidak
membuat diri kita pasif dari aktivitas. Bukan seperti penjual siwalan di
pinggir jalan raya—sebelah selatan rumah saya—yang menunggu pembeli secara
monoton hampir seharian sambil menerka-nerka setiap kendaraan yang datang dari
dua arah bahwa pengendaranya akan menepikan kendaraannya untuk membeli komoditi
siwalannya, karena hal tersebut akan rentan memantik manusia untuk selalu
berkhayal. Sikap yang bijak, saya kira, tidak perlu mengabsen setiap saat
rezeki Tuhan yang dimaksud, tapi lupakan itu semua, bekerjalah sesuai dengan
profesi kita untuk menggapai prestasi secara maksimal dengan penuh optimis
bahwa Tuhan tidak buta terhadap usaha positif kita.
Menunggu keajaiban dari langit
kurang menguntungkan bagi kita. Kita adalah manusia kongkret, maka lakukanlah
hal-hal yang kongkret sesuai maqashidus syari’ah (tujuan pokok syariat)
yang diberikan Tuhan. Urusan hal ajaib adalah urusan Tuhan, bukan urusan
manusia. Manusia hanya bisa berusaha, Tuhan-lah yang akan menentukan hasilnya yang
tentu paralel dengan apa yang kita kerjakan bahkan melebihi dari apa yang ada
di angan kita berkat rahmat-Nya. Mari bertawakal secara proporsional: pasrah
sepenuh hati kepada Allah setelah kita berusaha semaksimal mungkin. So,
kita akan rileks menyikapi problematika hidup
Wallah a’lam.
Sumenep, 01 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar